Rabu, 30 September 2009

Hakikat "Pohon Terlarang" dalam "Jannah"


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

   

KISAH-KISAH MONUMENTAL 

  DALAM AL-QURAN


  Hakikat "Pohon Terlarang" dalam Jannah" 
  
oleh 
Ki Langlang Buana Kusuma

Selanjutnya Allah Ta’ala memperingatkan Adam a.s. dan istrinya terhadap “pohon” yang ada di dalam “jannah” (kebun), firman-Nya:
Dan Kami berfirman, “Hai Adam, bertempat tinggallah engkau dan istri engkau dalam jannah (kebun) ini dan makanlah sepuas hati di mana pun kamu berdua suka, tetapi janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, jangan-jangan kamu berdua termasuk orang-orang aniaya.” (Al-Baqarah [2]:36)
Menurut Bible syajarah (pohon) yang terlarang itu adalah pohon ilmu pengetahuan baik dan buruk (Kejadian 2:17). Tetap menurut Al-Quran, sesudah memakan buah terlarang itu, Adam dan istrinya menjadi telanjang. Hal itu berarti bahwa tidak seperti halnya ilmu yang menjadi sumber kebaikan, pohon itu sumber kejahatan, yang menjadikan Adam a.s. menampakkan sesuatu kelemahan.
Pandangan Al-Quran itu ternyata tepat, sebab meluputkan atau memiskinkan orang dari ilmu pengetahuan berarti menggagalkan tujuan yang untuk itu ia dijadikan. Tetapi, Al-Quran dan Bible agak sepakat juga mengenai hal bahwa pohon itu bukan benar-benar sebatang pohon biasa, melainkan hanya suatu perlambang (kiasan), sebab pernah di permukaan bumi ini tidak pernah ada pohon yang memiliki salah satu ciri-ciri khas di atas, yaitu dapat menjadikan orang telanjang atau memberikan ilmu baik dan jahat. Jadi, pohon itu harus mengisyaratkan sesuatu yang lain.
Syajarah berarti pula perselisihan. Di tempat lain Alquran menyebut dua macam syajarah: (1) Syajarah thayyibah (pohon baik) dan (2) Syajarah khabitsah (pohon jahat), lihat Qs.14:25 dan 27. Hal­-hal yang suci dan ajaran-ajaran yang suci diserupakan dengan syajarah thayyibah, sedangkan hal-hal yang tidak suci dan pikiran yang kotor diserupakan dengan yang syajarah khabitsah.
Mengingat keterangan-keterangan itu, maka makna ungkapan “tetapi janganlah kamu berdua mendekati pohon ini” dalam ayat ini dapat berarti, (1) bahwa Adam a.s. diperintahkan untuk menghindari pertikaian (perselisihan - Qs.8:47); (2) bahwa beliau diperingatkan terhadap hal-hal yang jahat. Selanjutnya Allah Ta’ala berfirman:
Akan tetapi syaitan telah menggelincirkan keduanya dari tempat itu dan ia mengeluarkan keduanya dari keadaan mereka semula. Dan Kami berfirman, "Pergilah kamu dari sini, sebagian dari kamu adalah musuh bagi yang lain, dan bagimu di bumi ini ada tempat kediaman dan bekal hidup sampai suatu masa tertentu.” Kemudian Adam menerima kalimat-kalimat doa dari Rabb-nya (Tuhan­nya) lalu Dia menerima taubatnya. Sesungguhnya, Dia Maha Penerima taubat, Maha Penyayang. (Al-Baqarah [2]:37) .
Kalimat pertama dalam ayat ini berarti, bahwa suatu wujud manusia yang bersifat syaitan (Qs.8:49) membujuk (memperdaya) Adam a.s. dan istrinya keluar dari tempat mereka itu ditempatkan (jannah), dan dengan demikian menjauhkan mereka dari kesenangan yang dinikmati mereka sebelumnya.
Seperti diterangkan dalam Qs.2:35 sebelum ini, makhluk yang menipu dan menjerumuskan Adam .s. ke dalam kesusahan itu ialah syaitan dan bukan iblis yang dituturkan menolak sujud (mengkhidmati) Adam a.s. Jadi, syaitan di sini tidak menunjuk kepada iblis melainkan kepada seseorang lain dari kaum di zaman Adam a.s. yang adalah musuhnya. Kesimpulan ini selanjutnya didukung oleh Qs.17:66 yang menurut ayat itu iblis tidak mempunyai daya (kekuasaan) apa-apa terhadap Adam a.s..
Kata syaitan mempunyai arti lebih luas daripada iblis, sebab iblis itu nama yang diberikan kepada ruh jahat yang termasuk golongan jin (Qs. ) dan yang menolak sujud (mengkhidmati) Adam a.s. dan yang kemudian menjadi pemimpin dan wakil kekuatan-kekuatan jahat di alam semesta. Sedangkan syaitan itu adalah tiap-tiap wujud atau sesuatu yang jahat dan berbahaya -- baik berupa ruh atau manusia atau binatang atau penyakit ataupun tiap sesuatu yang lain.
Jadi, iblis itu syaitan, kawan-kawannya dan sekutu-sekutunya pun syaitan pula, musuh-musuh kebenaran pun syaitan, orang-orang jahat juga syaitan, binatang­-binatang yang memudaratkan dan penyakit-penyakit berbahaya pun syaitan pula. Al-Quran, hadits, dan pustaka Arab penuh dengan contoh-contoh bahwa kata syaitan dengan bebasnya dipergunakan mengenai sesuatu atau segala sesuatu
Al-Quran sekali-kali tidak mendukung ide bahwa seseorang dapat naik ke langit hidup-hidup; sebab ayat ini tegas menetapkan bumi sebagai tempat tinggal manusia seumur hidupnya, dan menolak ide bahwa Yesus atau demikian pula siapa pun pernah naik ke langit dalam keadaan hidup.
Surga itu tempat yang bila seseorang sudah memasukinya tidak pernah dikeluarkan lagi (Qs.15:49), sedangkan Adam a.s. diharuskan meninggalkan jannah (kebun) itu, seperti dituturkan dalam ayat ini. Hal itu menunjukkan bahwa jannah atau kebun tempat untuk pertama kalinya Adam a.s. tinggal itu, tak lain hanya tempat di bumi ini juga, yang telah diberi nama jannah karena kesuburan tanahnya dan penuh dengan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan yang berdaun rindang. Penyelidikan akhir-akhir ini telah membuktikan bahwa tempat itu Taman Eden yang terletak dekat Babil di Irak atau Assyria (Encyclopaedia Britanica, pada "Ur").

Perbedaan Iblis dengan Syaitan &
Berbagai Tipu-Daya Syaitan

Selanjutnya Allah Ta’ala memperingatkan Nabi Adam a.s. dari bahaya tipu-daya syaitan, karena sudah merupakan Sunnatullah, bahwa siapa pun yang berupaya menegakkan suatu tertib baru dalam bidang apa pun, maka pihak-pihak yang sudah mapan dalam tertib lama pasti akan mengadakan perlawanan dan akan berusaha -- dengan segala cara -- untuk menggagalkan penegakkan tertib baru, karena mereka anggap penegakkan tertib baru tersebut akan sangat merugikan kemapanan hidup mereka selama itu, firman-Nya:
Akan tetapi syaitan telah menggelincirkan keduanya dari tempat itu dan ia mengeluarkan keduanya dari keadaan mereka semula. Dan Kami berfirman, "Pergilah kamu dari sini, sebagian dari kamu adalah musuh bagi yang lain, dan bagimu di bumi ini ada tempat kediaman dan bekal hidup sampai suatu masa tertentu. (Al-Baqarah [2]:37).
Kalimat pertama dalam ayat ini berarti bahwa, suatu wujud atau seseorang yang bersifat syaitan membujuk Adam dan istrinya keluar dari tempat mereka itu ditempatkan (jannah) dan dengan demikian menjauhkan mereka dari kesenangan yang dinikmati mereka.
Seperti diterangkan dalam Qs.2:35 makhluk yang menipu dan menjerumuskan Adam ke dalam kesusahan itu ialah syaitan dan bukan iblis, yang dituturkan menolak sujud kepada (mengkhidmati) Adam. Jadi, syaitan di sini tidak menunjuk kepada iblis, tetapi kepada seseorang lain dari kaum di zaman Adam yang adalah musuhnya. Kesimpulan ini selanjutnya didukung oleh Qs.17:66, yang menurut ayat itu iblis tidak mempunyai daya apa-apa terhadap Adam.
Kata syaitan mempunyai arti lebih luas daripada iblis sebab iblis itu nama yang diberikan kepada ruh jahat sang termasuk golongan jin dan yang menolak sujud kepada (mengkhidmati) Adam a.s., dan yang kemudian iblis menjadi pemimpin dan wakil kekuatan-kekuatan jahat di alam semesta.
Syaitan itu, tiap-tiap wujud atau sesuatu yang jahat dan berbahaya baik itu berupa ruh atau manusia atau binatang atau penyakit atau tiap sesuatu yang lain. Jadi, iblis itu "syaitan", demikian pula kawan-kawan iblis dan sekutu-sekutunya pun `”syaitan" pula; nusuh-musuh kebenaran pun syaitan, orang-orang jahat juga syaitan, binatang-binatang yang memudaratkan dan penyakit-penyakit berbahaya pun syaitan pula. Al-Quran, hadits, dan pustaka Arab penuh dengan contoh-contoh, di berbagai tempat kata syaitan dengan bebasnya dipergunakan mengenai sesuatu atau segala sesuatu tu.
Al-Quran sekali-kali tidak mendukung ide bahwa seseorang dapat naik ke langit hidup-hidup, sebab kalimat dalam ayat ini -- “dan bagimu di bumi ini ada tempat kediaman dan bekal hidup sampai suatu masa tertentu” -- dengan tegas menetapkan bumi sebagai tempat tinggal manusia seumur hidupnya, dan menolak ide bahwa Yesus, atau siapa pun pernah naik ke langit dalam keadaan hidup.
Dalam firman-Nya berikut ini dijelaskan mengenai bentuk tipu-daya syaitan yang telah menggelincirkan Adam dan istrinya, yaitu bahwa larangan Allah Ta’ala jangan mendekati “pohon” tersebut adalah supaya Adam dan istrinya jangan menjadi malaikat atau jangan menjadi orang yang hidup kekal, firman-Nya:
Tetapi syaitan mem­bisikkan waswas kepada kedua mereka itu agar ia dapat menampakkan kepada kedua mereka itu apa yang tersembunyi dari kedua mereka itu, aurat mereka dan ia berkata, "Tidak lain Rabb-mu (Tuhan-mu) melarang kamu berdua dari pohon ini agar kamu berdua jangan menjadi malaikat atau menjadi di antara orang-orang yang hidup kekal." Dan ia (syaitan) bersumpah kepada kedua mereka itu, "Sesungguhnya aku penasihat bagi kamu berdua." Maka ia (syaitan) menjerumuskan kedua mereka itu dengan tipu-daya. Lalu tatkala kedua mereka itu merasakan (mencicipi) buah pohon itu, tampak­lah kepada mereka aurat (kelemahan) mereka, dan mulailah mereka berdua me­nutupi diri mereka dengan daun­-daun jannah. Dan kedua mereka itu diseru oleh Rabb (Tuhan) mereka, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu, dan Aku katakan kepadamu berdua, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu berdua?” Mereka berdua berkata, "'Wahai Rabb (Tuhan) kami, kami telah berlaku zalim terhadap diri kami, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihani kami, pasti kami akan termasuk orang­-orang yang rugi." (Al-A’raaf [7]:21-24).

(Bersambung).
 Rujukan: The Holy Quran, Malik Ghulam Farid






Tidak ada komentar:

Posting Komentar