Kamis, 17 September 2009

Hakikat Berbagai Asal Penciptaan Manusia

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

   

KISAH-KISAH MONUMENTAL 

  DALAM AL-QURAN

   Hakikat   Berbagai Asal Penciptaan Manusia
  
oleh 
Ki Langlang Buana Kusum


Kejadian manusia dari shalshaal kalfakhkhar (tanah liat yang kering mendenting seperti tembikar) dapat diartikan, bahwa manusia telah diciptakan dari zat yang di dalamnya tersembunyi kemampuan dan khasiat bicara. Seperti shalshaal (tanah liat kering) mengeluarkan bunyi hanya bila dipukul oleh sesuatu dari luar, kata itu dipergunakan di sini guna mengisyaratkan, bahwa daya tanggap manusia adalah kemampuannya untuk menerima (menyambut) seruan Ilahi.
Tiga bentuk perkataan telah dipergunakan dalam Al-Quran untuk menyatakan berbagai tingkat kejadian dan perkembangan ruhani manusia:
(1) Tingkat pertama dinyatakan dengan kata-kata: Dia menciptakannya dari turaab (tanah kering/debu - Qs.3:60).
(2) Tingkat kedua digambarkan dengan ungkapan, "Dia-lah Yang telah menciptakan kamu dari thiin (tanah liat - Qs.6:3), yang berarti bahwa sesudah menerima percikan kalam Ilahi (wahyu) , manusia mendapat kekuatan (kemampuan) membedakan, yang dengan kekuatan itu ia dapat membedakan antara benar dan salah (Qs.8:30).
(3) Pada tingkat ketiga, yang telah disebut tingkat fakhkhaar (tembikar), manusia diuji dan dicoba serta diharuskan melewati api percobaan dan api kesengsaraan. (Qs.2:154-158). Sesudah ia lulus dengan gemilang dari semua percobaan (ujian) dan mencapai taraf kedewasaan ruhani, kemudian barulah ia diterima di hadirat Ilahi (Qs.89:28-31).
Firman-Nya lagi:
Dan sesungguhnya, telah Kami jadikan manusia dari tanah liat kering yang berdenting, dari lumpur hitam yang telah diberi bentuk. Dan jin Kami telah men­ciptakannya sebelum itu dari api angin panas. (Al-Hijr [15]:27-28).
Diciptakannya manusia dari shalshaal (tanah liat kering mendenting) mengandung arti, bahwa ia telah diciptakan dari zat yang di dalamnya terkandung kemampuan dan sifat-sifat yang latent (tersembunyi) untuk berbicara. Ini menunjukkan, bahwa manusia telah dianugerahi kekuatan untuk menyambut suara dari langit , yakni seruan Allah Ta’ala melalui seorang penyeru yang datang dari Allah Ta'ala (Qs.3:191-195).
Akan tetapi karena shalshal itu mengeluarkan suara hanya apabila terkena oleh sesuatu benda dari luar, maka kata itu mengisyaratkan, bahwa kekuatan (kemampuan) manusia untuk menyambut itu bergantung pada penerimaan (penyambutan) dia terhadap seruan Ilahi. Kemampuan menyambut seruan dari langit (seruan Ilahi) ini membuktikan keunggulannya dari seluruh makhluk. Kata hamaa' mengandung arti, bahwa manusia telah diciptakan dari lumpur hitam -- yakni tanah dan air -- tanah merupakan sumber tubuh jasmani (Qs.2:37) sedangkan air itu sumber ruh (Qs.21:31).
Di lain tempat, Al-Quran menyebutkan tanah dan air secara terpisah sebagai benda-benda yang darinya manusia telah diciptakan (Qs.3:60; Qs.21:31). Dengan menggabungkan kata shalshal (tanah liat kering mendenting) kepada kata hamaa' (lumpur hitam), Al-Quran bermaksud menunjukkan bahwa di mana makhluk­-makhluk lainnya yang bernyawa diciptakan dari hamaa' (lumpur hitam) saja, yaitu dari tanah dan air — sebab mereka pun memiliki semacam ruh tertentu, tetapi tidak berkembang dengan sempurna -- maka sebaliknya manusia diciptakan dari hamaa' (lumpur hitam) dipadukan dengan shalshal (tanah liat kering denting), yang menunjukkan sifat berbicara. Ia pun masnun yakni diberi bentuk yang sempurna (Qs.95:5).
Ayat ini tidak berarti, bahwa -- melalui firman-Nya Kun fayakun (jadilah maka terjadilah) -- lumpur itu sekaligus memperoleh bentuk suatu wujud yang hidup tatkala Allah Ta'ala menghembuskan ruh ke dalamnya. Sebab berulang-ulang kali Allah Ta’ala dalam Al-Quran menyatakan, bahwa sesuai dengan sifat Rabubiyyah Allah Ta’ala (Qs.1:2) -- penciptaan alam semesta itu berlangsung setahap demi setahap yakni melalui hukum evolusi (Qs.21:31-34), demikian pula penciptaan manusia (Qs.22:6; Qs.23:13-18). Ayat yang sekarang ini (Qs.15:27-28) hanya menyebutkan tahapan pertama saja dari kejadian manusia itu. Tahapan-tahapan lain dalam kejadiannya itu telah disebutkan dalam Qs.30:21; Qs.35:12; Qs.22:6; Qs.23:15 dan Qs.40:68.
Pernyataan Al-Quran bahwa manusia telah diciptakan dari turaab (debu tanah), yang secara sepintas lalu berarti, bahwa proses kejadiannya yang panjang itu dimulai dengan debu tanah, dikuatkan oleh kenyataan, bahwa bahkan sekarang juga makanan manusia berasal dari tanah, beberapa bagian tertentu dari makanan itu diambil langsung dari tanah dan beberapa bagian lainnya lagi secara tidak langsung.
Hal ini menunjukkan bahwa berbagai zat yang terkandung dalam tanah merupakan asal manusia, sebab sekiranya bukan demikian, niscaya ia tidak dapat mengambil gizinya (zat sari makanannya) dari tanah, karena yang dapat memberikan makanan kepada suatu wujud, hanyalah barang yang darinya telah dibuat wujud itu, sebab unsur dari luar tidak akan mampu mengisi apa yang telah menjadi susut.

Fungsi dan Manfaat Penentangan Iblis
Terhadap Adam dan Jama’ahnya (Istrinya)

Sebelumnya telah dikemukakan tentang pertanyaan para malaikat tentang akan munculnya orang-orang yang akan melakukan penentangan terhadap keberadaan Khalifah Allah yakni Adam, dan sehingga terjadilah kerusakan dan penumpahan darah di muka bumi (Qs.2:31).
Ada pun yang dimaksud oleh para malaikat adalah penentangan yang dilakukan iblis terhadap Adam, dengan alasan bahwa ia lebih baik daripada Adam, karena ia (iblis) membanggakan diri ia diciptakan Allah Ta’ala dari api, sedangkan Adam diciptakan Allah Ta’ala dari tanah liat. Namun terhadap sinyalemen para malaikat tersebut Allah Ta’ala menjawab: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Kenyataan yang terjadi di lingkungan para pengrajin tembikar membuktikan, bahwa bagaimana pun bagusnya para pengrajin tembikar membentuk tanah liat menjadi bentuk apa pun yang diinginkannya, tetapi selama tanah liat yang telah diberi bentuk tersebut belum dimasukkan ke dalam kobaran api untuk mengalami proses pembakaran, maka tanah liat yang telah diberi bentuk tersebut tidak akan dapat mengalami proses penyempurnaan (finishing) selanjutnya, sehingga bukan saja ia akan berfungsi maksimal sesuai dengan tujuan pembuatannya oleh pengrajin, tetapi juga akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Mengisyaratkan kepada adanya kemiripan antara apa yang dilakukan oleh para pengrajin (pembuat) terbikar dengan cara Allah Ta’ala menguji Adam dan para pengikutnya (jama’ahnya) melalui penentangan iblis dan sekutu-sekutunya -- yang membanggakan diri telah diciptakan Allah Ta’ala dari api-- itulah firman-Nya:
Dia berfirman, “Hai iblis, apa yang telah melarang engkau untuk sujud kepada apa yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah engkau sombong ataukah engkau termasuk orang-orang yang [menganggap diri] tinggi [untuk menaati perintahku]? (Shaad [38]:76).
Ungkapan kalimat “apa yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku” berarti “Aku telah menjadikan dia (Adam) supaya menampakkan di dalam dirinya segala Sifat-Ku” atau “Aku telah meniupkan Ruh-Ku padanya”. Sejarah para nabi Allah membuktikan, bahwa para penentang nabi Allah (Adam) senantiasa menganggap diri mereka -- dalam semua hal -- lebih unggul daripada daripada para nabi Allah (Adam), baik dalam hal jumlah pengikut, dalam hal kekuasaan, dalam hal kekayaan dan lain-lain (Qs.10:26-29; Qs.26:112) , oleh karena itu sujud yakni beriman kepada para Rasul Allah dirasakan oleh mereka seperti melukai rasa keangkuhannya karena harus taat (sujud) kepada orang-orang yang mereka anggap sama atau bahkan lebih rendah keadaannya dari mereka sendiri.
Atas dasar kenyataan tersebut betapa pentingnya penentangan yang dilakukan Iblis terhadap Adam dan terhadap orang-orang yang telah beriman kepadanya, sebab dengan demikian Allah Ta’ala akan memisahkan orang-orang yang keimanannya kepada Nabi Adam a.s. -- dan juga keimanan kepada para Rasul Allah dari zaman ke zaman -- tidak tulus dari mereka yang keimanannya benar-benar tulus-ikhlas (Qs.3:180) -- yakni sebagaimana halnya para pengrajin tembikar memilah-milah tembikar yang telah mengalami proses pembakaran dalam api, sehingga keadaan akhlak dan ruhani hamba-hamba Allah Ta’ala tersebut benar-benar seperti keadaan shalshalin kalfakhar, yaitu tanah liat kering mendenting yang telah diberi bentuk seperti tembikar bakaran, yang mampu mengeluarkan "bunyi" yakni selalu menyambut "seruan" Allah Ta'ala dengan ucapan "sami'naa wa atha'naa -- kami dengar dan kami taat"(Qs.2:285-287), firman-Nya:
Dia menciptakan insan (manusia) dari tanah liat kering seperti tembikar, dan Dia menciptakan jin-jin dari nyala api. Maka yang manakah di antara nikmat-nikmat Rabb (Tuhan) yang kamu berdua dustakan? (Al-Rahmaan [55]:15-16).
Allah Ta'ala berfirman lagi mengenai kepastian adanya ujian-ujian keimanan yang akan dialami oleh orang-orang yang menyatakan diri telah beriman kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, dan pemisahan tersebut adalah dengan cara mengutus Rasul Allah yang kedatangannya telah dijanjikan kepada mereka (Qs.7:35-37), firman-Nya:
Allah tidak akan membiarkan orang-orang mukmin di dalam keadaan kamu [hadir] di dalamnya, sehingga Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah tidak akan memberitahukan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Dan jika kamu beriman dan bertakwa maka bagimu ganjaran yang besar. (Aali ‘Imran [3]:180). Lihat pula Qs.2:215; Qs.3:143-144; Qs.9:16; Qs.29:2-4.

Suara “Mendenting” Tembikar Bakaran &
Menyambut Seruan Seorang Penyeru dari Allah

Jadi, sebagaimana telah dikemukakan di atas, hamba-hamba Allah Ta’ala yang sejati tersebut -- sebagaimana tembikar yang telah lulus mengalami proses pembakaran -- apabila dipukul akan mengeluarkan bunyi mendenting yang nyaring -- demikian pula mereka pun senantiasa menyambut seruan Allah Ta’ala dengan jawaban “sami’naa wa atha’naa -- kami dengar dan kami taat”, firman-Nya:
Rasul [Kami] ini beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya (Tuhan-nya) dan [begitu juga] orang-orang mukmin, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya [mereka berkata], “Kami tidak membeda-bedakan di antara seorang pun dari Rasul-rasul-Nya yang satu terhadap yang lainnya”, dan mereka berkata, ”Kami dengar dan kami taat. Wahai Rabb (Tuhan) kami, kami mohon ampunan Engkau dan kepada Engkau [kami] kembali.” (Al-Baqarah [2]:286).
Keadaan indera-indera ruhani para hamba Allah Ta’ala tersebut benar-benar berfungsi dengan baik dan sangat peka, sehingga mereka pun mampu melihat keberadaan Ayat-ayat (Tanda-tanda) Allah Ta’ala, baik yang terdapat di dalam Kitab suci (Al-Quean) maupun yang terdapat di seluruh langit dan bumi, sehingga mereka mampu mendengar seruan seorang Penyeru dari Allah -- yakni Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah Ta’ala kepada mereka (Qs.7:35-37) -- firman-Nya:
Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi, dan pertukaran malam dan siang benar-benar ada Tanda-tanda bagi orang-­orang yang berakal, [yaitu] orang-orang yang selalu mengingat Allah, ketika berdiri dan duduk dan ketika berbaring atas rusuk mereka, dan mereka merenungkan tentang penciptaan seluruh langit dan bumi [seraya berkata], "Wahai Rabb (Tuhan) kami, tidak­lah Engkau menciptakan [semua] ini sia­-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab Api. Wahai Rabb (Tuhan) kami. sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Api maka sungguh Engkau telah meng­hinakannya. Dan tak ada bagi orang-orang zalim seorang pe­nolong pun. Wahai Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya kami telah men­dengar seorang penyeru me­manggil kepada keimanan [bahwa], “Berimanlah kepada Rabb (Tuhan) kamu”, maka kami telah beriman. [Oleh karena itu] wahai Rabb (Tuhan) kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, dan hapuskan­lah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami dalam golongan orang-orang berbakti (abraar). Wahai Rabb (Tuhan) kami, berikanlah kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-­rasul Engkau, dan janganlah Engkau hinakan kami pada Hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." Maka Rabb (Tuhan) mereka telah mengabulkan doa mereka, "Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amalan orang yang beramal dari antaramu, baik laki-­laki maupun perempuan. Sebagian kamu adalah dari sebagian lain. Orang-orang yang telah berhijrah, diusir dari rumah­-rumah mereka dan disiksa pada jalan-Ku, mereka berperang dan terbunuh, niscaya Aku akan menghapuskan dari mereka ke­burukan-keburukan mereka dan pasti Aku akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-­sungai. sebagai ganjaran dari sisi Allah, dan Allah di sisi-Nya ada sebaik-baik ganjaran. Janganlah sekali-kali engkau terpesona oleh lalu­-lalang orang-orang kafir seluruh negeri, ini adalah kesenangan sementara yang sedikit, kemudian tempat kediaman mereka adalah Jahannam, dan alangkah buruknya tempat itu. (Ali ‘Imraan [3]:191-198).

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran, editor Malik GFhulam Farid


Tidak ada komentar:

Posting Komentar