Jumat, 02 Oktober 2009

Ancaman Istri Potifar

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

 

  KISAH-KISAH MONUMENTAL 

  DALAM AL-QURAN


  Ancaman Intri Potifar 

oleh  


Ki Langlang Buana Kusuma


Masih sehubungan dengan perempuan, dalam peristiwa mikraj Nabi Besar Muhammad saw. bertemu dengan dua orang perempuan, yang satu berupa seorang perempuan tua, sedangkan yang satu lagi perempuan yang memakai berbagai perhiasan, dan ia telah membunuh setiap orang yang menjadi suaminya.
Kedua macam perempuan tersebut telah ditafsirkan oleh malaikat Jibril a.s. sebagai kehidupan duniawi, yakni perempuan tua menggambarkan tentang telah tuanya umur dunia, sedang perempuan yang berhias dengan memakai berbagai perhiasan menggambarkan kehidupan duniawi, yang telah banyak memakan korban orang-orang yang mencintai kehidupan duniawi, yang digambarkan sebagai para suaminya.
Nampaknya kasus istri Potifar tersebut dengan cepat menyebar di kalangan para istri pembesar kerajaan Mesir, mengenai hal tersebut Allah Ta’ala berfirman:
Dan perempuan-perempuan di kota itu berkata, "Istri Aziz berusaha menggoda pelayannya bertentangan dengan kehendaknya. Sesungguhnya cinta telah menguasai hatinya. Sesungguhnya kami memandang dia dalam kesesatan yang nyata.” Maka setelah dia mendengar pergunjingan mereka, dia mengundang mereka dan menyediakan bagi mereka tempat duduk dan mem­berikan kepada setiap orang dari antara mereka itu sebuah pisau, lalu dia berkata kepada Yusuf "Keluarlah di hadapan mereka." Maka ketika melihatnya, mereka mendapatkan dia seorang yang sangat mulia, mereka mengerat tangan mereka, dan berkata, "Maha Suci Allah! Ini bukan manusia. Ini tidak lain melainkan malaikat yang mulia.” Ia (istri ‘Aziz) berkata, "Inilah dia yang karenanya kamu mencelaku. Dan memang aku telah berusaha menggoda dia bertentangan dengan kehendaknya, akan tetapi dia telah memelihara dirinya. Dan sekiranya dia tidak mengerjakan apa yang kuperintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan akan termasuk orang-orang yang hina." (Yusuf [12]:31-33)

'Aziz itu sebutan bagi Potifar. Ia adalah komandan pasukan pengawal raja. Agaknya di zaman Nabi Besar Muhammad saw. para pemuka dan bangsawan-bangsawan Mesir dikenal dengan gelar itu.
Ungkapan bahasa Arab ini -- “sesungguhnya cinta telah menguasai hatinya” -- berarti bahwa cinta berahinya kepada Nabi Yusuf a.s. telah meresap ke lubuk jantung hati perempuan itu; atau kecintaan kepada beliau telah menguasai seluruh jiwa raganva atau telah membelah shighaf-nya (kandung jantungnya) (Lexicon Lane).
Kalimat “mereka mendapatkan dia seorang yang sangat mulia” maksudnya bahwa para perempuan tersebut mempunyai pandangan sangat tmggi mengenai Nabi Yusuf a.s.. Dan ungkapan “mengerat tangan mereka” dapat diartikan bahwa, ketika para perempuan itu melihat Nabi Yusuf a.s., mereka itu begitu terpesona oleh wajah beliau yang kudus lagi elok dan rupawan, sehingga dalam keadaan tidak sadar beberapa dari antara mereka mengerat tangan sendiri dengan pisau yang sedang mereka pegang.
Atau, kalimat itu dapat diartikan sebagai kiasan, yang melukiskan keheranan dan kekaguman mereka. Ungkapan bahasa Arab adhdhul- anamili artinya "menggigit ujung jari" dipakai pula untuk melukiskan ketakjuban, dan karena kadang-kadang suatu benda keseluruhannya digunakan untuk hanya sebagian, maka kata "tangan” boleh jadi telah dipakai di sini untuk "ujung-ujung jari."
Menurut Kitab Talmud, jeruk telah dihidangkan kepada para tamu, dan perempuan-perempuan itu dengan tidak sengaja mengerat tangannya sendiri, karena asyiknya memandang Nabi Yusuf a.s. (Jew. Enc. & Talmud).
Ancaman yang dikemukakan istri majikan Nabi Yusuf a.s. tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu pengulangan tekad dan ancaman iblis untuk berusaha melakukan penghadangan terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala di jalan yang lurus, firman-Nya:
Dia berfirman, "Pergi­lah! Maka barangsiapa mengikuti engkau dari antara mereka, niscaya jahannamlah balasan bagi kamu sekalian, suatu balasan yang penuh. Dan bujuklah siapa dari antara mereka yang engkau sang­gup membujuk dengan suara engkau, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda engkau dan pasukan berjalan-kaki engkau dan berserikatlah dengan mereka dalam harta dan anak-anak, dan berjanjilah kepada mereka.” Dan syaitan tidak menjanjikan kepada mereka selain tipu-daya. “Sesungguhnya hamba­-hamba-Ku, tidak ada bagi engkau kekuasaan atas mereka. Dan cukuplah Rabb (Tuhan) engkau sebagai Pelindung. (Bani Israil [17]:64-66).
Ayat ini menguraikan jaringan godaan-godaan dan bujukan-bujukan yang diancamkan oleh iblis dan syaitan, yaitu tiga macam daya-upaya yang dilakukan oleh putera-putera kegelapan untuk membujuk manusia supaya menjauhi jalan kebenaran:
(1) mereka berusaha menakut-nakuti orang-orang miskin dan lemah dengan ancaman akan mempergunakan kekerasan terhadap mereka.
(2) mereka mempergunakan tindakan-tindakan yang lebih keras terhadap mereka yang tidak dapat ditakut­-takuti dengan cara ancaman, yaitu dengan mengadakan persekutuan‑persekutuan untuk tujuan melawan mereka dan mengadakan serangan bersama terhadap mereka dengan segala cara.
(3) mereka mencoba membujuk orang-orang kuat dan yang lebih berpengaruh dengan tawaran akan menjadikannya pemimpin mereka, asalkan mereka tidak akan membantu lagi pihak kebenaran.

Memilih Tinggal Dalam Penjara & Memperoleh Kehormatan dari Raja

Menanggapi ancaman istri majikannya yang akan memasukkan beliau ke dalam penjara, dengan tegas Nabi Yusuf a.s. memilih meninggalkan kehidupan mewah di rumah majikan beliau dan memilih penjara sebagai tempat tinggal, firman-Nya:
Ia (Yusuf) berkata, "Ya Rabb-ku (Tuhan-­ku), penjara lebih kusukai bagiku daripada apa yang mereka meng­ajakku kepadanya, dan jika Engkau tidak mengelakkan dari diriku tipu­-daya mereka, tentu aku akan cenderung kepada mereka itu dan aku akan termasuk orang-orang yang jahil." Maka Rabb-nya (Tuhan-nya) mengabul­kan doanya, dan menghindarkannya dari tipu-daya mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Kemudian timbul pikiran pada mereka (pembesar-pembesar) itu, setelah mereka melihat tanda-­tanda [kesucian Yusuf] itu [maka untuk menjaga nama baik mereka] mereka harus memenjarakannya hingga beberapa waktu (Yusuf [12]:34-36).
Rupa-rupanya karena desas-desus tentang istri Potifar telah tersebar, kaum keluarganya berpendapat, bahwa cara yang terbaik untuk menghentikan fitnah itu ialah dengan memenjarakan Nabi Yusuf a.s. agar supaya pendapat umum akan memandang beliau sebagai orang yang bersalah, dan noda itu dapat berpindah dari perempuan yang berdosa itu kepada Nabi Yusuf a.s..
Namun makar buruk yang dilaksanakan oleh keluarga istri Potifar tersebut malah berakibat sebaliknya, yakni bukan saja istri Potifar tersebut terpaksa mengakui di hadapan raja tentang kesalahan dirinya dan tidak bersalahnya Nabi Yusuf a.s., bahkan Nabi Yusuf a.s. -- setelah beberapa tahun berada di dalam penjara, karena keahlian beliau mena’birkan mimpi, dan juga mena’birkan mimpi raja Mesir (Qs.12:37-50) -- akhirnya beliau menjadi orang yang memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi raja Mesir, firman-Nya:
Dan raja itu berkata, “Bawa­lah dia kepadaku.” Ketika utusan itu datang kepadanya, ia (Yusuf) berkata, "Kembalilah kepada majikan engkau, dan tanyakanlah kepadanya, bagai­mana keadaan para perempuan yang telah mengerat tangan mereka sendiri? Sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) sangat mengetahui rencana tipu daya mereka." Ia (raja) berkata [kepada para perempuan itu], “ Apakah perkara kamu yang sebenarnya, ketika kamu menggoda Yusuf bertentangan dengan kehendaknya?" Mereka berkata, “Maha Suci Allah, kami tidak mengetahui adanya sesuatu keburukan padanya." Istri Aziz itu berkata, "Sekarang telah menjadi nyata kebenaran itu. Akulah yang telah menggodanya, bertentangan dengan kehendaknya, dan se­sungguhnya ia termasuk orang­orang yang benar." 53. Yusuf berkata, "Yang demikian itu supaya ia (Aziz) me­ngetahui bahwa sesungguhnya aku tidak mengkhianatinya di belakang­nya, dan sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk (kesuksesan) kepada tipu daya orang-orang yang khianat." (Yusuf [12]:51-53).
Menyadari bahwa Nabi Yusuf a.s. itu bukanlah orang biasa, raja bermaksud membebaskan beliau dari penjara seketika itu juga. Tetapi Nabi Yusuf a.s. menolak untuk dibebaskan sebelum diadakan pemeriksaan lengkap mengenai perkara beliau dan sebelum beliau terbukti bersih dari tuduhan yang dikenakan kepada beliau. Tujuan beliau dalam menuntut agar diadakan pemeriksaan itu, agaknya ada dua:
1. Pertama, supaya raja dapat mengetahui bahwa beliau tidak bersalah, sehingga di hari kemudian pikiran raja tidak dapat diracuni oleh orang-orang yang bersikap tidak baik terhadap beliau atas dasar tuduhan-tuduhan yang karenanya beliau dipenjarakan.
2. Kedua, supaya Potifar, pelindungnya, jangan lagi mempunyai kesan bahwa Nabi Yusuf a.s. terbukti tidak setia kepadanya.
Kata-kata “bagai­mana keadaan para perempuan yang telah mengerat tangan mereka sendiri?” itu agaknya menunjukkan, bahwa peristiwa perempuan-perempuan yang mengerat tangan sendiri itu benar-benar telah terjadi, jika tidak demikian Nabi Yusuf a.s, tidak mungkin menyebutkannya.
Baik karena tercengang atau karena asyiknya bercakap-cakap, beberapa dari antara mereka dengan tidak sengaja mengerat tangannya. Atau kata-kata itu mungkin berarti, bahwa dengan melancarkan tuduhan palsu terhadap Nabi Yusuf a.s perempuan-perempuan itu telah mengerat tangannya sendiri, artinya mereka telah menjerumuskan diri mereka sendiri dalam kedudukan yang tidak benar. Seandainya peristiwa itu tidak pernah terjadi, niscaya Nabi Yusuf a.s. tidak akan menyinggung tentang "mengerat tangan" itu.

Gambaran Nafs Ammarah

Haasya lillahi berarti pula na’udzu billaahi (kami berlindung kepada Tuhan) atau alangkah jauhnya Allah dari segala aib (Lexicon Lane). Namun demikian Nabi Yusuf a.s. dengan penuh kerendahan hati menyatakan, firman-Nya:
"Dan aku tidak mengang­gap diriku bebas dari kelemahan, sesungguhnya nafsu itu senantiasa menyuruh kepada keburukan, kecuali yang dikasihani oleh Rabb-ku (Tuhan-ku). Sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Yusuf [12]54).
Anak kalimat illa maa rahiima rabbi (kecuali orang yang dikasihani oleh Tuhan-ku) dapat mempunyai tiga tafsiran yang berlainan:
(a) “Kecuali nafs (jiwa) yang kepadanya Tuhan-ku berkasih-sayang”, huruf maa di sini menggantikan kata nafs (jiwa).
(b) “Kecuali dia yang kepadanya Tuhan-ku berkasih sayang”, maa di sini berarti man (siapa).
(c) “Memang begitu, tetapi kasih-sayang Tuhan-lah yang menyelamatkan siapa yang dipilih-Nya.”
Ketiga arti tersebut menunjuk kepada ketiga taraf perkembangan ruhani manusia: (a) Arti pertama menunjuk kepada taraf ketika manusia telah mencapai tingkat kesempurnaan ruhani — tingkat nafs muthmainnah (jiwa yang tenteram - Qs.89:28-30). (b) Arti kedua dikenakan kepada orang yang masih pada tingkat nafs lawwamah (jiwa yang menyesali diri sendiri Qs.75:3), ketika ia berjuang melawan dosa dan kecenderungan-kecenderungan buruknya, kadang-kadang ia mengalahkannya dan kadang-kadang ia dikalahkan olehnya. (c) Arti ketiga dikenakan kepada orang ketika nafsu kebinatangannya bersimaharajalela dalam dirinya. Tingkatan ini disebut nafs ammarah (jiwa yang cenderung kepada keburukan).
Menurut Nabi Yusuf a.s. bahwa semata-mata karena sifat Ar-Rahiim (kasih-sayang) Allah Ta’ala sajalah manusia dapat selamat dari cengkraman nafs Ammarah yang keadaannya bagaikan hebatnya an bujuk-rayu istri Potifar, seorang istri bangsawan yang sangat cantik-jelita, sehingga Nabi Yusuf a.s. harus berlari cepat berlomba-lomba menuju pintu (Qs.12:24-26); atau bagaikan dahsyatnya gelombang banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh a.s..
Itulah sebabnya ketika anak Nabi Nuh a.s. menolak ajakan beliau a.s. untuk naik ke dalam bahtera bersama beliau a.s. -- sambil mengatakan bahwa ia akan mencari perlindungan ke sebuah gunung -- maka Nabi Nuh a.s. menjawab, bahwa dalam keadaan seperti itu tidak akan ada yang selamat dari banjir dahsyat, kecuali orang yang Allah Ta’ala melimpahkan kasih-sayang-Nya (Rahiimiyyat-Nya) kepadanya, firman-Nya:
Hingga apabila datang perintah Kami dan memancarlah sumber mata air, Kami berfirman, “Naikkanlah ke dalam [bahtera] itu dari masing-masing jenis satu pasang dan keluarga engkau -- kecuali mereka yang keputusannya telah ditetapkan -- dan mereka yang telah beriman.” Dan tiada yang beriman bersamanya melainkan sedikit. Dan ia (Nuh) berkata, “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan [bahtera[ itu berlayar membawa mereka di tengah gelombang seperti gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu [memisahkan diri] di tempat terpisah, "Hai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah engkau termasuk orang-orang kafir." Ia menjawab, “ Aku segera akan mencari perlindungan ke gunung yang akan melindungiku dari air!" Ia (Nuh) berkata, "Tidak ada yang melindungi hari ini dari perintah (azab) Allah selain orang yang Dia kasihani.” Dan gelombang menjadi penghalang di antara keduanya, maka jadilah ia termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Huud [11]:41-44).

Mendapat Kemuliaan di Sisi Raja

Dikarenakan Nabi Yusuf a.s. senantiasa menyaksikan Tanda-tanda Allah Ta’ala, sehingga keadaan ruhani beliau a.s. bukan saja telah berhasil melewati tingkatan nafs Lawammah bahkan telah masuk ke dalam tingkatan nafs-Muthmainnah (jiwa yang tentram), firman-Nya:
Hai jiwa yang tentram! Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau, engkau ridha [kepada-Nya] dan Dia pun ridha [kepada engkau], maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku [yang terpilih], dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr [89]:28-31).
Selaras dengan kenyataan tersebut Nabi Yusuf a.s. pun -- setelah sekian tahun menghadapi berbagai ujian keimanan dan kesabaran -- akhir dengan karunia Allah Ta’ala beliau menempati kedudukan yang sangat penting di sisi raja Mesir, karena Nabi Yusuf a.s. bertanggungjawab untuk sempurnanya mimpi raja Mesir yang beliau takwilkan (Qs.12:44-50), firman-Nya:
Dan raja berkata, "Bawalah dia kepadaku supaya aku pilih dia untuk tugas-tugas pribadiku." Maka ketika ia berbicara dengan dia, berkatalah ia (raja), "Sesungguhnya engkau hari ini seseorang yang berkedudukan tinggi di sisi kami lagi terpercaya." Ia (Yusuf) berkata, "Jadi­kanlah aku bendahara negeri ini, karena aku seorang penjaga yang baik serta sangat memahami." Dan demikianlah telah Kami berikan kedudukan kepada Yusuf di negeri itu. Ia tinggal dimana saja yang ia kehendaki. Kami limpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki. Dan tidaklah Kami menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang berbuat ihsan. Dan sesungguhnya ganjaran akhirat itu lebih baik bagi orang­-orang yang beriman dan bertakwa. (Yusuf [12]:54-58).
Nabi Yusuf a.s. lebih menyukai jabatan keuangan. Pilihan beliau itu agaknya didorong oleh keinginan untuk mencurahkan perhatian sebulat-bulatnya intuk menyelenggarakan dinas pemerintahan dengan berhasil, yang sangat erat kaitannya dengan menjadi sempurnanya mimpi raja Mesir.

Pengulangan Perintah Untuk Tinggal di “Jannah” &
Pengutusan Nabi Musa a.s.

Kehormatan yang dianugerahkan Allah Ta’ala -- melalui raja Mesir -- kepada Nabi Yusuf a.s. tersebut selaras dan juga merupakan pengulangan firman Allah Ta’ala kepada Adam dan istrinya berikut ini:
Dan Kami berfirman, "Hai Adam, bertempat-tinggallah engkau dan istri engkau dalam kebun ini, dan makanlah darinya sepuas hati dimana saja kamu berdua sukai, tetapi janganlah kamu dekati pohon ini jangan-jangan kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah [2]:36). Lihat pula Qs.7:20-23; Qs.20:117-118.
Ada pun pengulangan “pelanggaran” yang dilakukan Adam a.s. dan istrinya berkenaan dengan “pohon terlarang” tidak dilakukan oleh Nabi Yusuf a.s., melainkan dilakukan oleh Bani Israil setelah Nabi Yusuf a.s. wafat di Mesir. Yakni mereka -- sebagai kaum pendatang -- mungkin kemudian mereka berlaku melampaui batas, sehingga akibatnya mereka menjadi sasaran perlakuan zalim dari dinasti Fir’aun yang lalu memperbudak mereka selama ratusan tahun di Mesir, sesuai dengan ketetapan takdir Allah Ta’ala:
12 Menjelang matahari terbenam, ter­tidurlah Abram dengan nyenyak. Lalu turunlah meliputinya gelap gulita yang mengerikan. 13 Firman Tuhan kepada Abram: "Ketahuilah dengan sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya. 14 Tetapi bangsa yang akan memperbudak mereka, akan Kuhukum, dan sesudah itu mereka akan keluar de­ngan membawa harta benda yang banyak. 15 Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambut­mu. 16 Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedur­janaan orang Amori itu belum genap. 17 Ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah per­apian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu. 18 Pada hari itulah Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram ser­ta berfirman: "Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat: 19 yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon, 20 orang Het, orang Feris, orang Refaim, 21 orang Amori, orang Kaman, orang Girgasi dan orang Yebus itu." (Kejadian 15:12-21).
Untuk menyelamatkan Bani Israil dari penindasan dinasti Fir’aun di Mesir selama ratusan tahun tersebut kemudian Allah Ta’ala mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., sehingga janji Allah Ta’ala kepada Nabi Ibrahim a.s. bahwa generasi yang keempat Bani Israil akan keluar dari Mesir menjadi terbukti pula (Qs.28:3-7). Masalah ini dijelaskan secara rinci dalam uraian selanjutnya.

(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar