Rabu, 07 Oktober 2009

"Jasad Tanda Ruh" di Atas Singgasana Nabi Sulaiman a.s.



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

 

  KISAH-KISAH MONUMENTAL 

  DALAM AL-QURAN


“Jasad Tanpa Ruh" 
di Atas Singgasana Nabi Sulaiman a.s. 

oleh  

Ki Langlang Buana Kusuma
 

Ada pun makna tentang “tongkat” Nabi Sulaiman a.s. yang dimakan “rayap bumi” sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini:
Dan ketika Kami me­nakdirkan kematiannya (kematian Sulaiman), tiada sesuatu menunjuk­kan kepada mereka (jin-jin) perihal kematiannya selain rayap bumi yang memakan tongkatnya. Maka tatkala tongkat itu jatuh, jin-jin menyadari dengan jelas bahwa sekiranya mereka itu mengetahui apa-apa yang gaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam azab yang menghinakan (As-Saba’ [34]:15).
“Tongkat” Nabi Sulaiman a.s. melambangkan kekuasaan pemerintahan Nabi Sulaiman a.s. yang beliau warisi dari ayahanda beliau, Nabi Daud a.s., sedangkan “rayap bumi” mengisyaratkan kepada “orang-orang yang bermental duniawi” atau kepada syaitan-syaitan (para pendurhaka) yang senantiasa berusaha menghancurkan kekuasaan Nabi Sulaiman a.s. melalui sihir -- yakni makar-makar buruk -- yang mereka laksanakan (Qs.2:103).
Makar-makar buruk “rayap-rayap bumi” atau syaitan-syaitan tersebut mulai memperlihatkan keberhasilannya ketika kerajaan Bani Israil diperintah oleh putera Nabi Sulaiman a.s. yang bernama Rehoboam -- yang juga bermental duniawi -- sehingga Allah Ta’ala telah menyebutnya sebagai “jasad tanpa ruh” yang duduk di atas “singgasana” Nabi Sulaiman a.s., firman-Nya:
Dan sesungguhnya Kami benar-benar menguji Sulaiman dan Kami mendudukkan di atas singgasananya jasad [tanpa ruh]. Kemudian ia (Sulaiman) kembali [kepada Tuhan]. Ia berkata, “Wahai Rabb-ku (Tuhan-ku), ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku suatu kerajaan yang tidak layak bagi seorang pun sesudahku. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi anugerah (Shad [38]:35-36),
Seperti nampak dari ayat-ayat ini, Nabi Sulaiman a.s. telah mempunyai firasat bahwa kerajaan duniawi beliau akan menjadi terpecah-belah sesudah beliau wafat, disebabkan oleh kelemahan mental putera beliau yang tolol dan tidak berharga -- yang digambarkan sebagai “jasad” belaka -- maka Nabi Sulaiman a.s. berdoa supaya kerajaan ruhani yang telah dianugerahkan Allah Ta’ala kepada keturunannya akan dapat berlangsung terus.
Apabila kalimat “suatu kerajaan yang tidak layak bagi seorang pun sesudahku” diartikan secara harfiah, maka doa Nabi Sulaiman a.s. telah dikabulkan karena setelah beliau wafat tidak akan ada raja di di lingkungan Bani Israil yang memiliki kekuasaan dan pamor seperti Nabi Sulaiman a.s..
Kerajaan Bani Israli yang dibangun dengan susah-payah oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s., akhirnya terpecah-belah di masa pemerintahan putera Nabi Sulaiman a.s., Rehoboam, yang bermental duniawi, akibatnya “tongkat” -- yakni kerajaan -- Nabi Sulaiman a.s. yang terus menerus dimakan “rayap bumi” yakni syaitan-syaitan tersebut akhirnya tumbang.
Oleh karena itu tidak benar anggapan bahwa tidak seorang pun yang mengetahui -- termasuk jin-jin -- bahwa sebenarnya Nabi Sulaiman a.s. telah lama wafat dala keadaan masih duduk di atas singgasananya sambil tetap memegang tongkat beliau, dan kewafatan beliau a.s. baru diketahui ketika tubuh Nabi Sulaiman a.s. roboh karena tongkatnya habis dimakan rayap.
Makar-makar buruk yang dilakukan oleh “rayap-rayap bumi” atau syaitan-syaitan -- yakni para pendurhaka -- di masa pemerintahan Nabi Sulaiman a.s. itulah yang kemudian ditiru oleh orang-orang Yahudi Medinah dalam melakukan penentangan terhadap Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan (diajarkan) oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir melainkan syaitan-syaitan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia. Dan [mereka mengaku mengikuti] apa yang diturunkan kepada dua malaikat di Babil, yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan, karena itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua [malaikat] itu apa yang dengan itu mereka membuat pemisahan antara laki-laki dengan istrinya, dan mereka tidak memberi mudharat dengan itu kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah, dan [sebaliknya] mereka (syaitan-syaitan) mempelajari sesuatu yang mendatangkan mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat bagi mereka. Dan sesungguhnya mereka benar-benar mengetahui bahwa barangsiapa yang berniaga dengan [cara] ini, tiadalah baginya bagian [keuntungan] di akhirat, dan sungguh amat buruk hal yang dengan [cara] itu mereka menjual dirinya, sekiranya mereka mengetahui. (Al-Baqarah [2]:103).
Sihr berarti, akal licik, dursila; sihir; mengadakan apa-apa yang palsu dalam bentuk kebenaran; setiap kejadian yang sebab-sebabnya tersembunyi, dan disangka lain dari kenyataannya (Lexicon Lane). Jadi setiap kepalsuan, penipuan atau akal licik yang dimaksudkan untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari penglihatan orang adalah termasuk sihir.

Dua Malaikat Harut dan Marut & 
Kegagalan Makar Buruk Syaitan-syaitan di Babil

Sebutan "dua malaikat" di sini maksudnya dua orang suci -- sebagaimana para istri bangsawan di Mesir berkata tentang Nabi Yusuf a.s., “Ia bukan manusia melainkan malaikat” (Qs.12:32) -- sebab kedua malaikat itu dalam ayat ini diterangkan mengajar sesuatu kepada orang banyak, padahal malaikat itu tidak pernah tinggal bersama manusia dan tidak bergaul bebas dengan manusia (Qs.17:95-96; Qs.21:8-9).
Harut dan Marut itu keduanya nama sifat; yang pertama berasal dari harata (ialah, merobek — Aqrab) berarti orang yang merobek, dan yang kedua berasal dari marata (artinya ia memecahkan) berarti, orang yang memecahkan. Nama-nama itu mengandung arti bahwa tujuan munculnya orang-orang suci itu ialah untuk "merobek" dan "memecahkan" kemegahan dan kekuasaan kerajaan Babilonia (Babel), musuh-musuh kaum Bani Israil.
Orang-orang suci ini menerangkan kepada anggota-anggota baru pada waktu upacara pelantikan, bahwa mereka itu semacam percobaan dari Allah Ta’ala untuk maksud memisahkan antara yang baik dan yang buruk. Mereka membatasi keanggotaan perkumpulan mereka hanya pada kaum laki-laki.
Ayat itu berarti bahwa orang-orang Yahudi pada masa Nabi Besar Muhammad saw. ikut-ikutan dalam rencana dan perbuatan jahat yang sama, seperti halnya yang menjadi ciri nenek-moyang mereka di zaman Nabi Sulaiman a.s.. Dikatakan selanjutnya bahwa perusuh-perusuh di zaman Nabi Sulaiman a.s. -- yakni “rayap-rayap bumi” pemakan “tongkat” Nabi Sulaiman a.s. -- adalah pemberontak-pemberontak yang menuduh beliau sebagai orang kafir.
Ayat ini membersihkan Nabi Sulaiman a.s. dari tuduhan kekafiran. Ditambahkannya bahwa perusuh-perusuh di zaman Nabi Sulaiman a.s. itu mengajarkan kepada rekan-rekan mereka sandi-sandi (lambang-lambang) yang menyampaikan arti yang sama sekali berbeda dari arti yang umumnya dipahami dengan tujuan menipu orang dan menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
Ayat ini pun (Qs.2:103) mengisyaratkan kepada sekongkol rahasia yang dilancarkan musuh-musuh Nabi Sulaiman a.s. terhadap beliau. Dengan jalan itu mereka berusaha menghancurkan kerajaannya. Hal itu mengandung arti bahwa orang-orang Yahudi Medinah sekarang mempergunakan pula siasat kotor yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw., tetapi mereka tidak akan berhasil dalam rencana-rencana jahatnya itu.
Ketika orang-orang Yahudi menyaksikan kekuasaan Islam terus-menerus meluas dan perlawanan terhadap Islam di tanah Arab telah dihancurkan sepenuhnya, lagi mereka tidak dapat menghentikan atau memperlambat kemajuannya, mereka mulai menghasut orang-orang luar melawan Islam.
Karena ditindas dan dianiaya oleh penguasa-penguasa kerajaan Kristen, orang-orang Yahudi Medinah mencari perlindungan di Persia dan memindahkan pusat agama mereka dari Yehuda ke Babil (Hutchison's of Nation's, halaman 550). Berangsur-angsur mereka mulai memasukkan pengaruh besarnya ke dalam istana raja-raja Persia dan mulai membuat komplotan terhadap Islam.
Ketika Khusru II menerima surat dari Nabi Besar Muhammad saw. menyeru dia agar menerima Islam, mereka berhasil menghasutnya supaya mengirimkan perintah kepada Badhan, Gubernur Yaman, yang pada masa itu merupakan propinsi Persia, agar menangkap dan mengirimkan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai tawanan yang dirantai ke istana Persia.
Kepada komplotan-komplotan dan sekongkol rahasia orang-orang Yahudi di zaman Nabi Besar Muhammad saw. itulah ayat ini menunjuk. Perhatian mereka ditarik kepada kenyataan bahwa nenek-moyang mereka pun telah melancarkan komplotan pertama-tama terhadap Nabi Sulaiman a.s., ketika beberapa anggota masyarakatnya telah mendirikan perkumpulan-perkumpulan rahasia -- yakni sihir -- melawan beliau. Di dalam perkumpulan-­perkumpulan rahasia itu diajarkan lambang-lambang dan sandi-sandi rahasia (1 Raja-raja I I : 29-32; 1 Raja-raja I I : 14, 23, 26; II Tawarich 10 : 2-4).
Kejadian kedua, ketika mereka menghidupkan kembali perkumpulan-perkumpulan rahasia ialah pada waktu mereka masih dalam tawanan di Babil pada zaman Raja Nebukadnezar. Orang-orang suci yang disinggung dalam ayat ini ialah Nabi Hijai, dan Zakaria bin Ido (Ezra 5:1).
Orang-orang suci itu membatasi keanggotaannya pada kaum laki-laki, dan menerangkan kepada para anggota baru pada waktu upacara pelantikan bahwa mereka itu semacam cobaan dari Allah Ta’ala, dan bahwa oleh karena itu kaum Bani Israil hendaknya jangan mengingkari apa-apa yang dikatakan mereka.
Ketika kekuasaan Cyrus, raja Media dan Persia bangkit, orang-orang Bani Israil mengadakan perjanjian rahasia dengan beliau. Hal demikian sangat mempermudah untuk mengalahkan Babil. Sebagai imbalan atas jasa itu, Cyrus bukan saja mengizinkan mereka kembali ke Yeruzalem, tetapi membantu mereka pula dalam pembangunan kembali Rumah Peribadatan Nabi Sulaiman a.s. (Historians' History of the World, ii 126).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa upaya-upaya kaum Yahudi pada dua peristiwa yang telah lewat itu telah membawa hasil-hasil berlainan. Pada peristiwa pertama, komplotan rahasia mereka bertujuan untuk melawan Nabi Sulaiman a.s. dan disudahi dengan kehilangan seluruh kewibawaan dan akhirnya mereka dibuang ke Babil, dan kota Yerusalem dihancurluluhkan oleh balatentara raja Nebukadnezar (Qs.2:260; Qs.17:5-9), sebagai akibat kutukan Nabi Daud a.s. karena kedurhakaan mereka (Qs.5:79).
Pada peristiwa kedua mereka mengambil cara-cara yang sama, di bawah pimpinan dua wujud yang mendapat wahyu Ilahi, dan mereka berhasil gilang-gemilang. Maka untuk menegaskan bahwa, apakah kegiatan kaum Yahudi terhadap Nabi Besar Muhammad saw. akan menemui kegagalan seperti dialami mereka di masa Nabi Sulaiman a.s., ataukah akan berhasil seperti di Babil, maka Al-Quran menyatakan bahwa mereka ini (musuh-musuh Nabi Besar Muhammad saw.) belajar hal yang mendatangkan mudarat kepada mereka dan tidak bermanfaat bagi mereka, mengisyaratkan bahwa mereka tidak akan berhasil seperti nenek-moyang mereka di Babil.

Kutukan Nabi Daud a.s. dan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

Akibat kedurhakaan dan sikap tidak tahu bersyukur yang dilakukan orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil -- yakni “rayap-rayap bumi” -- yang telah melampaui batas tersebut, maka Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah mengutuk mereka, sehingga ketetapan hukuman Allah Ta’ala bagi Bani Israil dalam Kisah Monumental Dua Putera Adam (Qs.5:33-34) benar-benar menimpa mereka, yakni Bani Israil 2 kali mengalami pengusiran secara hina dari Yerusalem (Qs.17:4-9; Qs.2:260) dan mereka menjadi “orang-orang buangan” di negeri bangsa asing yang dijadikan sarana oleh Allah Ta’ala untuk menghukum mereka, firman-Nya:
Orang-orang yang kafir dari antara Bani Israil dilaknat oleh lidah Daud dan Isa 1bnu Maryam. Hal demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah kemungkaran yang mereka kerjakan. Sungguh amat buruk apa yang biasa mereka kerjakan. Engkau akan melihat kebanyakan dari mereka men­jadikan orang­-orang kafir sebagai penolong. Sungguh buruk apa-apa yang telah dikirimkan oleh mereka lebih dahulu bagi diri mereka sehingga Allah murka kepada mereka, dan di dalam azab inilah mereka akan tinggal lama. (Al-Maidah [5]:79-81).
Dari antara semua para nabi Bani Israil, Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s. tergolong paling menderita di tangan orang-orang Yahudi. Penganiayaan orang-orang Yahudi terhadap Nabi Isa a.s. mencapai puncaknya, ketika beliau dipakukan di atas kayu salib, dan penderitaan serta kepapaan yang dialami oleh Nabi Daud a.s. dari kaum yang tak mengenal terima kasih itu tercermin di dalam Mazmur beliau yang sangat merawankan hati.
Dari lubuk hati yang penuh kepedihan, Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa a.s. mengutuk mereka. Kutukan Nabi Daud a.s. mengakibatkan orang-orang Bani Israil dihukum oleh Raja Nebukadnezar dari kerajaan Babilonia (Babel), yang menghancurluluhkan Yerusalem dan membawa orang-orang Bani Israil sebagai tawanan pada tahun 556 sebelum Masehi. Sedangkan sebagai akibat kutukan Nabi Isa a.s. mereka ditimpa bencana dahsyat, yakni Titus dari kerajaan Romawi yang menaklukkan Yerusalem dalam tahun ± 70 Masehi membinasakan kota dan menodai rumah-ibadah di Yerusalem dengan menyembelih babi -- binatang yang sangat dibenci orang-orang Yahudi - di rumah-ibadah itu (Qs.2:260).
Dengan terjadinya dua kali peristiwa penyerbuan dahsyat atas Yerusalem serta pemboyongan dan pengusiran secara hina suku-suku Bani Israil dari Yerusalem oleh kedua penguasa bangsa-bangsa kafir yang musyrik tersebut maka sempurna pulalah firman Allah Ta’ala tentang Kisah Monumental Dua Putera Adam sebelum ini serta ketetapan hukuman Allah Ta’ala bagi orang-orang yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah, firman-Nya:
Oleh sebab itu Kami me­netapkan bagi Bani Israil bahwa barangsiapa yang membunuh se­seorang, padahal orang itu tidak pernah membunuh orang lain atau telah mengadakan kerusuhan di bumi, maka seolah-olah ia mem­bunuh seluruh manusia. Dan barangsiapa menyelamatkan nyawa seseorang maka ia seolah-olah menghidupkan seluruh manusia. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan Tanda-tanda nyata, kemudian sesungguhnya kebanyak­an dari mereka sesudah itu melampaui batas di bumi ini. Sesungguhnya balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan berdaya­-upaya mengadakan kerusakan di bumi ini ialah mereka dibunuh atau disalib atau pun dipotong tangan dan kaki mereka disebabkan oleh permusuhan mereka, atau mereka diusir dari negeri. Hal demikian adalah penghinaan bagi mereka di dunia ini, dan di akhirat pun mereka akan mendapat azab yang ­besar. Kecuali mereka yang bertaubat sebelum kamu berkuasa atas mereka, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Peng­ampun, Maha Penyayang. (Al-Maidah [5]:32-35).
Sehubungan dengan dengan ketetapan Allah Ta’ala dalam Kisah Monumnetal Dua Putera Adam tersebut mengenai “pengusiran secara hina” yang akan dialami oleh Bani Israil, berikut adalah firman Allah Ta’ala tentang kedua pengusiran tersebut, firman-Nya:
Hai, keturunan orang-­orang yang Kami naikkan ke dalam bahtera beserta Nuh! Sesungguhnya ia (Nuh) seorang hamba yang banyak bersyukur. Dan Kami telah tetapkan kepada Bani Israil dalam kitab itu. "Niscaya kamu akan melakukan kerusakan di bumi dua kali, dan niscaya kamu akan menyombong­kan diri dengan kesombongan yang sangat besar." (Bani Israil [17]:4-5).
Ada pun yang dimaksud dengan berbuat “kerusakan dan berlaku sombong dengan kesombongan yang besar” di muka bumi dua kali adalah dua makar buruk -- yakni upaya membunuh Nabi Daud a.s. secara diam-diam di mihrab beliau a.s. (Qs.38:18-27), dan upaya membunuh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban (Qs.4:158-159), sehingga kedua Nabi Allah tersebut telah mengutuk orang-orang kafir dari Bani Israil (Qs.5:79-81).
Di dalam surah Bani Israil, setelah mengemukakan peristiwa isra Nabi Besar Muhammad saw., selanjutnya Allah Ta’ala berfirman mengenai dua azab dahsyat yang telah menimpa Bani Israil -- yang juga sekaligus sebagai kabar gaib (nubuatan) serta peringatan bagi Bani Ismail (umat Islam) -- sebab menurut Nabi Besar Muhammad saw. kedua keturunan Nabi Ibrahim a.s. melalui Nabi Ishak a.s. dan Nabi Ismai’l a.s. tersebut dalam segala sesuatunya akan memiliki persamaan seperti persamaan sepasang sepatu.
Akibat kutukan kedua Nabi Allah tersebut menyebabkan Allah Ta’ala mengazab mereka dengan azab yang mengerikan dua kali, sebagaimana dikemukakan oleh lanjutan ayat-ayat tersebut, firman-Nya:
Maka apabila datang peringatan pertama dari kedua [peringatan] itu, Kami bangkitkan untuk menghadapimu hamba-hamba Kami yang mem­punyai kekuatan tempur yang dahsyat, maka mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah, dan itu suatu peringatan yang pasti akan terjadi. (Bani Israil [17]:6).
Dua kedurhakaan Bani Israil yang tersebut dalam kitab Musa a.s. (Ulangan 28: 15, 49-53, 63-64 & Ulangan 30:15) disinggung dalam ayat ini. Orang-orang durhaka di kalangan Bani Israil yang tidak beriman telah dua kali dikutuk yakni oleh Nabi Daud a.s. dan Isa Ibnu Maryam a.s. (Qs.5:79), dan sebagai akibatnya mereka telah dihukum dua kali pula.
Azab Ilahi yang pertama menimpa Bani Israil sesudah wafatnya Nabi Sulaiman a.s., beliau adalah putera dan penerus pemerintahan Nabi Daud a.s., dan azab Ilahi yang kedua terjadi pada tahun 70 M. sesudah peristiwa penyaliban Nabi Isa ibnu Maryam a.s., ketika beliau masih hidup di Kasymir, yaitu tempat terakhir beliau mencari “domba-domba” yakni suku-suku Bani Israil yang hilang (Qs.23:51), dalam kapasitas beliau sebagai Al-Masih, berasal dari kata masaha, yang salah satu artinya adalah orang yang banyak melakukan perjalanan di bumi.
Nampak dari Bible, bahwa sesudah Nabi Musa a.s., orang-orang Yahudi telah menjadi suatu bangsa yang amat kuat, dan di masa Nabi Daud a.s. mereka meletakkan dasar suatu kerajaan kuat, yang setelah wafatnya pun, untuk beberapa waktu terus berlanjut kejayaan dan kemuliaan­nya semula di bawah pemerintahan Nabi Sulaiman a.s..
Kemudian kerajaan itu di bawah pemerintahan para penerus Nabi Sulaiman a.s. menjadi sasaran kemunduran yang berangsur-­angsur, dan pada sekitar 733 s.M. Samaria ditaklukkan oleh bangsa Assiria, yang mencaplok seluruh daerah Israil di sebelah utara Yezreel. Pada tahun 608 s.M., Palestina telah dilanda oleh satu lasykar Mesir di bawah Firaun Necho, dan Bani Israil takluk kepada kekuasaan Mesir (Yew. Enc. Jilid 6, halaman 665).
Tetapi hilangnya kekuasaan duniawi mereka serta kehancuran dan ketelantaran mereka tidak mendorong mereka untuk memperbaiki cara-cara buruk mereka. Mereka dengan gigih bertahan pada cara-cara buruk mereka yang lama. Nabi Yermiah a.s. mem­peringatkan mereka supaya meninggalkan cara-cara buruk mereka, sebab kemurka­an Allah Ta’ala tidak lama lagi akan menimpa mereka, tetapi mereka sama sekali tidak menghiraukan peringatan-peringatan Nabi Yermiah a.s. tersebut.
Di masa kerajaan Yehoyakim, Nebukadnezar dari Babil melancarkan serbuan pertamanya ke Palestina dan membawa pulang perkakas rumah peribadatan di Yerusalem, tetapi ketika itu kota Yerusalem sendiri selamat dari kekejaman akibat pengepungan.
Pada tahun 597 s.M. pun kota itu dikepung dan penduduknya mengalami kelaparan yang sangat keras. Tetapi pemberontakan raja Zedekia membawa akibat adanya serbuan kedua oleh Nebukadnezar pada tahun 587 s.M., dan sesudah masa pengepungan yang berlangsung satu tahun setengah, kota itu ditaklukkan dengan serangan cepat laksana halilintar. Putera-puteranya dibunuh dan matanya sendiri dicukil, dan dalam keadaan diborgol ia dibawa ke Babil.
Rumah peribadatan, istana raja, serta semua bangunan besar di kota Yerusalem dibumihanguskan, para imam besar, dan para pemimpin lain dibunuh, dan sejumlah besar rakyat diboyong sebagai tawanan. (Yew. Enc.. Jilid 6, hlm. 665 & Jilid 7, hlm. 122 pada kata "Yerusalem"), termasuk di dalamnya Nabi Yehezkiel a.s. (Dzulkifli a.s.), firman-Nya:
Atau [tidakkah engkau mendengar perumpamaan] seperti orang yang melalui suatu kota yang telah runtuh atas atap­-atapnya, [kemudian] ia berkata, "Kapankah Allah akan menghidup­kan kembali [kota] ini sesudah matinya?" Maka, Allah me­matikannya [kasyaf] seratus tahun [lamanya], kemudian Dia mem­bangkitkannya [lagi] dan berfirman, "Berapa lamakah engkau tinggal [dalam keadaan seperti ini]?" Berkata ia, "Aku tinggal sehari atau sebagian hari. Berfirman Dia, "Bahkan engkau telah tinggal seratus tahun lamanya [dalam keadaan seperti ini]. Maka, lihatlah makanan engkau dan minuman engkau, [benda-benda] itu tidak membusuk. Dan lihatlah keledai engkau, dan [Kami melakukan itu] supaya Kami menjadikan engkau Tanda bagi manusia. Dan lihatlah tulang­-belulang itu, betapa Kami menatanya kembali, kemudian Kami membalutnva dengan daging." Maka, setelah kenyataan ini menjadi terang baginya, berkatalah ia, "Aku mengetahui bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Al-Baqarah [2]:260).

(Bersambung).

Rujukan: The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid


1 komentar:

  1. Bukanya nabi isa a.s diangkat oleh Allah swt ke langit,& yg tertangkap oleh bani israel itu murid dari nabi isa a.s yg telah murtad & berhianat lalu Allah jadikan mirip wajahnya dengan isa a.s....mana yg bener ya?coba klik "nabi-nabi yg belum mati"

    BalasHapus