Jumat, 02 Oktober 2009

Kedengkian Fir'aun kepada Nabi Musa a.s.

 

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

 

  KISAH-KISAH MONUMENTAL 

  DALAM AL-QURAN


 Kedengkian Fir'aun kepada Nabi Musa a.s.. 

oleh  


Ki Langlang Buana Kusuma

Inilah ayat-ayat Kitab yang jelas. Kami bacakan kepada engkau (Rasulullah) kisah Musa dan Firaun dengan sebenarnya untuk kaum yang beriman Sesungguhnya Firaun berlaku sombong di bumi, dan ia menjadikan penduduknya berkelompok-kelompok, ia ber­usaha melemahkan sekelompok dari mereka dengan membunuh anak-­anak laki-laki mereka dan mem­biarkan hidup perempuan­-perempuan mereka. Sesungguhnya ia (Fir’aun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami berkehendak memberikan karunia kepada orang-­orang yang dianggap lemah di bumi, dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin dan menjadikan mereka ahli waris karunia-­karunia Kami. Dan Kami teguhkan mereka di bumi dan Kami perlihatkan kepada Firaun, Haman dan lasykar keduanya di antara mereka apa yang mereka takuti. (Al-Qashash [28]:3-7).

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan kutipan dari Bible tentang perjanjian Allah Ta’ala dengan Nabi Ibrahim a.s. berkenaan keturunan beliau dari Nabi Ishaq a.s., yaitu Bani Israil yang akan hijrah ke Mesir pada zaman Nabi Yusuf a.s., dan kemudian akan mengalami penindasan selama ratusan tahun di bawah dinasti Fir’aun:
12 Menjelang matahari terbenam, ter­tidurlah Abram dengan nyenyak. Lalu turunlah meliputinya gelap gulita yang mengerikan. 13 Firman Tuhan kepada Abram: "Ketahuilah dengan sesungguhnya bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri, yang bukan kepunyaan mereka, dan bahwa mereka akan diperbudak dan dianiaya, empat ratus tahun lamanya. 14 Tetapi bangsa yang akan memperbudak mereka, akan Kuhukum, dan sesudah itu mereka akan keluar de­ngan membawa harta benda yang banyak. 15 Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambut­mu. 16 Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedur­janaan orang Amori itu belum genap. 17 Ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah per­apian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu. 18 Pada hari itulah Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram ser­ta berfirman: "Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat: 19 yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon, 20 orang Het, orang Feris, orang Refaim, 21 orang Amori, orang Kaman, orang Girgasi dan orang Yebus itu." (Kejadian 15:12-21).
Untuk menyelamatkan Bani Israil dari penindasan dinasti Fir’aun di Mesir selama ratusan tahun tersebut kemudian Allah Ta’ala mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., sehingga janji Allah Ta’ala kepada Nabi Ibrahim a.s. bahwa generasi yang keempat Bani Israil akan keluar dari Mesir menjadi terbukti pula, sebagaimana firman Allah Ta’ala pada awal Bab ini:
Inilah ayat-ayat Kitab yang jelas. Kami bacakan kepada engkau (Rasulullah) kisah Musa dan Firaun dengan sebenarnya untuk kaum yang beriman Sesungguhnya Firaun berlaku sombong di bumi, dan ia menjadikan penduduknya berkelompok-kelompok, ia ber­usaha melemahkan sekelompok dari mereka dengan membunuh anak-­anak laki-laki mereka dan mem­biarkan hidup perempuan­-perempuan mereka. Sesungguhnya ia (Fir’aun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami berkehendak memberikan karunia kepada orang-­orang yang dianggap lemah di bumi, dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin, dan menjadikan mereka ahli waris karunia-­karunia Kami, dan Kami teguhkan mereka di bumi dan Kami perlihatkan kepada Firaun, Haman dan lasykar keduanya di antara mereka apa yang mereka takuti. (Al-Qashash [28]:3-7).

Fir’aun Pelopor Politik Divide et Impera &
Haman dan Lasykarnya

Politik divide et impera (memecah-belah dan menjajah) dengan akibatnya yang sangat mematikan -- seperti yang dilaksanakan kekuatan-kekuatan kaum kolonial barat di abad kedua puluh ini -- agaknya di zaman Firaun telah dilakukan juga olehnya dengan sukses besar. Ia telah memecah-belah rakyat Mesir ke dalam beberapa partai dan golongan, dan dengan busuk hati telah membuat perbedaan kelas di antara mereka.
Beberapa di antara mereka dianak-emaskannya dan yang lain diperas dan ditindasnya. Kaum Nabi Musa termasuk kelas yang tidak beruntung. Kata-kata, membunuh anak-­anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka, selain mengandung pengertian yang jelas -- bahwa agar supaya orang-orang Bani Israil selamanya tunduk di bawah kekuasaannya maka Firaun membinasakan kaum pria mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka -- dapat juga diartikan, bahwa dengan politik menjajah dan menindas tanpa belas kasihan itu, Fir’aun berikhtiar membunuh sifat-­sifat kejantanan mereka dan dengan demikian membuat mereka jadi pengalah seperti perempuan.
Ketika upaya merendahkan derajat orang-orang Bani Israil di Mesir itu mencapai titik yang serendah-rendahnya, dan kezaliman Firaun dan kaumnya kian meluap-luap maka Allah Ta’ala sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak mungkin keliru memutuskan bahwa penindas-penindas itu harus dihukum dan mereka yang diperbudak dibebaskan, maka Dia mengutus Nabi Musa a.s..
Gejala yang terjadi di masa tiap-­tiap utusan Allah menampakkan perwujudan sepenuhnya dan seindah-indahnya di masa kenabian Nabi Besar Muhammad saw., sebab beliau saw. adalah Adam atau Khalifah Allah yang hakiki serta merupakan puncak pengulangan Kisah Monumental Adam, Malaikat, Iblis. Selanjutnya berfirman:
Haman adalah gelar pendeta agung dewa Amon, ham di dalam bahasa Mesir berarti pendeta agung. Dewa Amon menguasai semua dewa Mesir lainnya. Haman adalah pemimpin khazanah dan lumbung negeri, dan juga yang mengepalai lasykar-lasykar dan semua ahli pertukangan di Thebes. Namanya adalah Nubunnef., dan ia pendeta agung di bawah Rameses II dan putranya bernama Merenptah.
Karena Haman menjadi pemimpin organisasi kependetaan yang sangat kaya, merangkum semua pendeta di seluruh negeri, kekuasaannya dan wibawanya telah meningkat sedemikian rupa, sehingga ia menguasai suatu partai politik yang sangat berpengaruh, dan bahkan mempunyai suatu pasukan pribadi ("A story of Egypt" oleh James Henry Breasted, PhD).
Haman juga dikatakan sebagai nama seorang menteri dari Ahasuerus, seorang raja Persia, yang hidup pada beberapa abad sesudah zaman Nabi Musa a.s.. Tak ada sesuatu yang patut diherankan atau menjadi keberatan adanya dua orang yang masing­-masing hidup di zaman yang berlainan memakai nama yang sama.

Pengulangan Pengusiran Iblis dari “Jannah”

Walau pun pada hakikatnya sebenarnya pengutusan Nabi Musa a.s. sebagai Rasul Allah di Mesir adalah berhubungan dengan Bani Israil, namun karena Bani Israil ketika itu berada di bawah kekuasaan otoriter Dinasti Fir’aun -- setelah Nabi Yusuf a.s. wafat -- oleh karena itu bagaimana pun juga Nabi Musa a.s. harus berhadapan dengan dinasti Fir’aun yang sangat berkuasa dan berlaku melampaui batas di muka bumi serta telah mendakwakan dirinya sebagai rabbul- ‘alaa (tuhan yang maha tinggi - Qs.79:25), na’uudzubillahi min dzaalik, firman-Nya:
Dan Kami berkehendak memberikan karunia kepada orang-­orang yang dianggap lemah di bumi, dan menjadikan mereka pemimpin-pemimpin dan menjadikan mereka ahli waris karunia-­karunia Kami. Dan Kami teguhkan mereka di bumi dan Kami perlihatkan kepada Firaun, Haman dan lasykar keduanya di antara mereka apa yang mereka takuti. (Al-Qashash [28]:6-7).
Perbudakan dan kezaliman menghasilkan nemesis-nya (pembalasan keadilannya) sendiri, dan kaum penjajah dan penindas tak pernah merasa aman terhadap kemungkinan munculnya pemberontakan terhadap mereka oleh orang-orang yang terjajah, tertindas atau tertekan. Lebih hebat penindasan dari seseorang yang zalim, lebih besar pula ketakutannya akan pemberontakan dari mereka yang dijajah. Firaun pun dicekam oleh rasa takut semacam itu.
Oleh karena itu Fir’aun terus berusaha mempengaruhi kaumnya -- dan juga Bani Israil -- agar tidak terpengaruh oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. yang telah berhasil mengalahkan tukang-tukang sihirnya dengan telak -- bahkan mereka pun beriman kepada Nabi Musa a.s. (Qs.7:104-127) -- firman-Nya:
Dan, sungguh Kami benar-benar telah mengirimkan Musa dengan Tanda-tanda Kami kepada Firaun dan para pembesarnya maka ia berkata, "Sesungguhnya aku seorang rasul Rabb (Tuhan) seluruh alam." Maka apabila ia datang kepada mereka dengan Tanda-tanda Kami tiba-tiba mereka menertawa­kannya. Dan Kami tidak mem­perlihatkan kepada mereka sesuatu Tanda, melainkan [Tanda] itu lebih besar dari Tanda sejenisnya, dan Kami menyerang mereka dengan azab supaya mereka kembali dari amal buruk. Dan mereka berkata, "Hai ahli sihir, berdoalah bagi kami kepada Rabb (Tuhan) engkau, sesuai janji yang dilakukan dengan engkau, sesungguhnya kami pasti akan mendapat petunjuk." Tetapi apabila Kami menjauhkan dari mereka azab tiba-­tiba mereka melanggar janji mereka. Dan Fir’aun mengumumkan kepada kaumnya dengan berkata, "Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini milikku dan sungai-­sungai ini mengalir di bawahku? maka apakah kamu tidak melihat? Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan [perkataannya]? Mengapa tidak dianugerah­kan kepadanya gelang-gelang dari emas, atau datang bersamanya malaikat-malaikat yang berkumpul di sekelilingnya?" Demikianlah ia mem­perbodoh kaumnya, lalu mereka patuh kepadanya, sesungguhnya mereka adalah kaum durhaka. Maka ketika mereka mem­buat Kami murka, Kami menuntut balas dari mereka, dan Kami menenggelamkan mereka semua, Dan Kami menjadikan mereka kisah yang lalu dan misal bagi yang akan datang. (Adz-Zukhruf [43]:47-57).
Perkataan Fir’aun yang penuh ketakaburan dalam ayat-ayat tersebut berkenaan dengan Nabi Musa a.s. adalah:
Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini milikku dan sungai-­sungai ini mengalir di bawahku? maka apakah kamu tidak melihat? Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan [perkataannya]? Mengapa tidak dianugerah­kan kepada dia (Musa) gelang-gelang dari emas, atau datang bersamanya malaikat-malaikat yang berkumpul di sekelilingnya?" Demikianlah ia mem­perbodoh kaumnya, lalu mereka patuh kepadanya, sesungguhnya mereka adalah kaum durhaka.” (Az-Zukhruf [43]:52-55
Perkataan Fir’aun tersebut benar-benar merupakan pengulangan ketakaburan Iblis ketika menjawab teguran Allah Ta’ala kenapa ia tidak mau “bersujud” kepada Adam bersama-sama dengan para malaikat, Iblis berkata:
“Aku lebih baik daripada Adam. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah-liat” (Al-A'raaf [7]:12-13).

Fir’aun dan Lasykarnya Tenggelam Di Laut
dalam Peristiwa Pasang Surut dan Pasang Naik

Sangat menarik perhatian kita. bahwa hanya Al-Quran sajalah dari semua kitab keagamaan dan buku-buku sejarah, yang menceritakan kenyataan yang disinggung oleh ayat ini. Bible tidak menyebutkannya dan tidak pula kitab sejarah mana pun. Tetapi dengan cara yang sangat ajaib firman Allah Ta’ala itu telah terbukti kebenarannya.
Setelah lewat lebih dari 3000 tahun mayat Fir’aun itu telah ditemukan orang kembali dan sekarang tersimpan dalam keadaan terpelihara di museum di Kairo. Nampak dari mayat itu bahwa Fira’un itu orang yang berperawakan kurus dan pendek dengan wajah yang mencerminkan kebengisan campur kebodohan.
Nabi Musa a.s. dilahirkan di zaman Ramses II dan dibesarkan olehnya (Keluaran 1:2-10), tetapi pada pemerintahan puteranya, Merneptah (Meneptah) Nabi Musa a.s. diserahi tugas kenabian (Jew. Enc. jilid IX, hlm. 500 & Enc. Bib. pada kata "Pharaoh” dan pada kata “Egypt”).
Perlu diketahui, bahwa pada hakikatnya tenggelamnya Fir’aun dan lasykarnya di dalam laut bukan karena akibat pukulan tongkat Nabi Musa a.s. tiba-tiba lautan menjadi terbelah dua, kemudian ketika Fir’aun dan lasykarnya sedang berada di dalamnya Nabi Musa a.s. kembali memukulkan tongkat beliau ke laut sehingga air laut yang sebelumnya terbelah kembali menyatu dan menenggelamkan Fir’aun dan lasykarnya. Tidak demikian.
Pada hakikatnya tenggelamnya Fir’aun dan lasykarnya adalah akibat kecerobohannya sendiri, yakni ia dan lasykarnya tidak menyadari bahwa ketika mereka mengejar Bani Israil di kawasan laut yang mongering, pada saat itu laut sedang kembali mengalami pasang naik dengan cepat, sehingga Fir’aun dan lasykarnya tidak sempat lagi menyelamatkan diri, karena mereka mengendari kendaraan-kendaraan tempur yang bobotnya berat, firman-Nya:
Dan sungguh Kami benar-benar telah mewahyukan kepada Musa, "Bawalah pada waktu malam hamba-hamba-Ku lalu tunjukkan kepada mereka suatu jalan yang kering di laut, engkau jangan takut tersusul dan engkau jangan khawatir [tenggelam]" Maka Fir’aun dengan lasy­kar-lasykarnya mengejar mereka lalu air laut sama sekali meliputi mereka. Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.” (Tha Haa [20]:78-80).
Bertentangan dengan semua kenyataan sejarah yang tidak dapat diragukan kebenarannya, teori yang paling aneh telah dikemukakan mengenai Bani Israil, yaitu, bahwa:
(a) Mereka tidak pernah berdiam di Mesir, sebab tiada terdapat sebutan mengenai mereka dalam catatan-catatan sejarah Mesir kuno.
(b) Dalam tahun kelima sejak Firaun Meneptah (atau Merenptah) bertakhta, ketika konon Musa a.s. membawa Bani Israil keluar dari Mesir, sebagian kabilah Bani Israil betul-betul berdiam di Kanaan. Oleh karena itu teori yang menyatakan bahwa Musa a.s. telah membawa Bani Israil keluar dari Mesir ke Kanaan di masa kerajaan Meneptah dan bahwa mereka bermukim di sana kurang lebih lima puluh tahun sesudahnya, itu tidak benar.
Para pencipta teori-teori yang aneh ini rupanya lupa, bahwa Bani Israil orang-adalah orang asing di Mesir, dan merupakan suatu kaum taklukan dan telah menjalani kehidupan sengsara sebagai hamba-hamba dan budak-budak di bawah penguasa-penguasa mereka yang zalim. Betapakah orang-orang semacam itu dapat dianggap layak diberi perhatian apapun oleh ahli-ahli sejarah? Bahkan dalam abad kedua puluh ini. para ahli sejarah tidak dapat menyusun dengan mudah suatu riwayat yang terjalin baik dan serasi mengenai suatu kaum dari sisa paninggalan kebudayaannya yang telah musnah, maka sulit bagi para ahli sejarah di masa yang jauh ke belakang menyusun kembali suatu catatan yang tidak saling bertentangan berdasarkan kisah-kisah yang diambil dari sana-sini mengenai suatu kaum vang tinggal di zaman bihari dan yang pernah diperlakukan sebagai binatang beban oleh penguasa-penguasa mereka.
Adapun teori yang diragukan kebenarannya, yang menganggap bahwa beberapa kabilah Bani Israil telah kedapatan berdiam di Kanaan dalam tahun kelima pada masa kerajaan Firaun Merneptah, tidak dapat menyangkal kenyataan bahwa kabilah-kabilah kaum Bani Israil lain telah meninggalkan Mesir untuk pergi ke Kanaan beberapa lama sebelum semuanya dibawa ke luar oleh Musa a.s..
Sungguh aneh, kalau di satu pihak penulis-penulis itu mengatakan bahwa Musa a.s. adalah satu nama berasal dari Mesir, dan bahwa beberapa orang Bani Israil pun mempunyai nama seperti orang Mesir, sedang di pihak lain pujangga-pujangga itu mengatakan bahwa Bani Israil tidak pernah pergi ke Mesir.
Lagi pula Bibel mengemukakan suatu kisah terinci dan sambung ­menyambung mengenai Bani Israil selama mereka berdiam di Mesir. Tiada alasan mendesak bagi para pengarang Bible berbuat demikian, terutama bila Bani Israil telah berdiam di sana hanya seperti budak dan lebih buruk dari keadaan binatang beban. Tiada kaum yang akan tergerak hatinya atau merasa bangsa untuk mengada-adakan dan dengan palsu membuat-buat suatu catatan hidup mereka yang sengsara lagi penuh duka nestapa.
Rincian-rincian dalam Bible mengenai adat istiadat, kebudayaan dan cara hidup para Firaun di masa itu merupakan suatu bukti lain lagi mengenai kenyataan, bahwa Bani Israil pernah berdiam di sana. Bible tidak mempunyai kepentingan apa-apa dalam keluarga Firaun, kecuali kenyataan bahwa mereka itu penguasa-penguasa atas Bani Israil.
Di samping itu, seperti dituturkan oleh para ahli sejarah Yunani kuno, orang-orang Mesir sendiri telah mengyakui, bahwa Bani Israil pernah berdiam di Mesir satu masa yang panjang, dan belakangan telah meninggalkan negeri itu. Tetapi Mesir yang kita kenal sekarang hendaknya jangan dikaburkan dengan daerah yang pada masa kuno disebut pula Mesir, akan tetapi merupakan bagian dari Siria Utara atau Arabia Utara.
Waktunya Bani Israil keluar dari Mesir telah banyak diperselisihkan, dan nampak adanya cukup banyak kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat dari catatan-catatan Bible saja. Teori yang mendapat tempat pada kalangan luas dan mendapat banyak dukungan dari catatan-catatan sejarah, arah penyelidikan-­penyelidikan ilmu purbakala, dan tradisi turun-temurun bangsa Ibrani ialah, bahwa Keluaran itu terjadi pada dinasti Fir’aun kesembilan belas (1328-1202 s.M.), di masa kerajaan Merenptah II atau Meneptah II (1234 - 1214 s.M.) dan sampai kini, nampaknya merupakan teori yang paling mungkin. Nampaknya peristiwa Keluaran terjadi kira-kira pada tahun 1230 s.M. Menurut pandangan ini. Firaun si penindas ialah Rameses II, dan penggantinya Merenptah II, ialah Firaun Keluaran ("Peake's Commentary on The Bible" hlm. 119 & 955-956).
Selanjutnya Allah Ta’ala berfirman sehubungan berbagai protes dan keluhan Bani Israil terhadap Nabi Musa a.s. yang mereka anggap telah menyebabkan mereka harus lebih menderita lagi akibat melarikan diri dari Mesir, firman-Nya:
Mereka berkata, “Kami disusahkan sebelum engkau datang kepada kami dan sesudah engkau datang kepada kami.” Ia (Musa) berkata, “Mudah-mudah Rabb (Tuhan) kamu akan membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu pengganti di atas bumi, lalu Dia akan melihat bagaimana kamu berbuat.” (Al-A’raaf [7]:130).
Firman-Nya lagi:
Hai Bani Israil, sungguh Kami telah menyelamatkan kamu dari musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu di sebelah kanan gunung Thur dan Kami telah menurunkan atas kamu manna dan salwa. Makanlah di antara barang-barang baik yang telah Kami rezekikan kepadamu dan janganlah kamu melampaui batas di dalamnya maka jangan-jangan nanti kemurkaan-Ku menimpa kamu, dan barangsiapa kemurkaan-Ku menimpa atasnya maka sungguh binasalah dia (Thaa Haa [20]:81-82).
Orang-orang Bani Israil telah lama tinggal dalam perbudakan di bawah kezaliman Dinasti Fir’aun yang melampaui batas perikemanusiaan, sebagai akibatnya mereka telah kehilangan semua sifat kejantanan yang membuat suatu bangsa menjadi ulet, berani, dan gagah perkasa.
Menurut rencana Ilahi, mereka ditakdirkan akan menaklukkan dan menguasai Kanaan -- “tanah yang dijanjikan” (Qs.5:21-27) -- oleh karena itu setelah Nabi Musa a.s. membawa mereka keluar dari Mesir, mereka disuruh tinggal di daerah Sinai yang kering gersang, agar menjadi terbiasa dengan suatu kehidupan yang sukar di alam terbuka, dan dengan demikian memperoleh serta mengembangkan sifat-sifat yang amat penting untuk menghadapi masa depan yang besar yang dinanti­-nantikan mereka.
Tetapi karena lamanya tinggal di dalam perbudakan, mereka telah kehilangan segala prakarsa dan telah terbiasa hidup bermalas-malasan tanpa kemauan,sehingga ketika mereka melihat bahwa mereka harus tinggal di padang belantara -- di mana tidak ada kesenangan hidup yang tersedia, bahkan makanan pun kurang sama sekali -- mereka berputus-asa, kesal, dan marah serta bertengkar mulut dengan Nabi Musa a.s. dan mengatakan:
"Aduh, baiklah kami mati oleh tangan Tuhan di Mesir, tatkala kami lagi duduk dekat periuk yang berisi daging dan makan roti sampai kenyang. Niscaya kamu membawa kami ke luar dari sana, lalu masuk padang belantara hendak membunuh perhimpunan ini dengan kelaparan" (Keluaran 16:3).
Allah Ta’ala mendengar keluh-kesah mereka dan memerintahkan Nabi Musa a.s. untuk memberitahukan kaum yang tidak mengenal terimakasih itu:
"Bahwa telah Kudengar segala persungutan Bani Israil. Katakanlah kepada mereka itu ini: Bahwa pada petang ini kamu akan makan daging, kelak dan esok hari kamu dikenyangkan dengan roti, supaya diketahui olehmu bahwa Akulah Tuhan Allah kamu."
Dan bagaimanakah dipenuhinya janji Ilahi ini, telah tersebut dengan selengkapnya dalam Bible (Keluaran 16 : 12-15).

(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid



Tidak ada komentar:

Posting Komentar