Kamis, 01 Oktober 2009

Kisah Monumental "Dua Putera Adam"


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

 

  KISAH-KISAH MONUMENTAL 

  DALAM AL-QURAN


   Kisah Monumental "Dua Putera Adam"
 
oleh  
Ki Langlang Buana Kusuma

 

Dan ceriterakanlah kepada mereka kisah dua anak Adam dengan haq (benar), ketika keduanya mempersembahkan kurban maka salah seorang dari kedua mereka itu dikabulkan dan dari yang lain tidak dikabulkan, lalu ia berkata, "Pasti akan kubunuh engkau." Berkata yang lain, “Sesungguhnva Allah hanya mengabulkan dari orang-orang yang bertakwa. Jika engkau menjangkau­kan tangan engkau terhadapku untuk membunuhku, aku tidak akan menjangkaukan tanganku terhadap engkau untuk membunuh engkau. Sesungguhnya aku takut kepada Allah Rabb (Tuhan) seluruh alam. Sesungguhnya aku menginginkan supaya engkau me­nanggung dosaku dan dosa engkau sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni Api, dan demi­kianlah balasan bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah [5]:28-30).

Sebutan "kedua anak Adam" dalam firman Allah Ta’ala di atas, secara kiasan maksudnya ialah dua pribadi siapa saja dari antara segenap keturunan umat manusia. Perumpamaan itu pun menggambarkan kedengkian Bani Israil terhadap Bani Ismail, karena silsilah kenabian telah dipindahkan Allah Ta’ala dari mereka kepada kaum Bani Ismail dalam pribadi Nabi Besar Muhammad saw..
Itulah sebabnya di dalam surah Al-Baqarah -- mulai ayat 41 sampai ayat 130 (rukuk 5 sampai rukuk15) -- setelah mengemukakan Kisah Monumental “Adam, Malaikat, Iblis”, selanjutnya Allah Ta’ala mengemukakan berbagai hal tentang Bani Israil, firman-Nya:
Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan tepatilah janji [kamu kepada]-Ku, niscaya Aku pun tepati janji-[Ku kepada] kamu, dan hanya Aku-lah yang harus kamu takuti. ( Al-Baqarah [2]:41).
Israil adalah nama lain dari Nabi Ya'qub a.s., putera Nabi Ishak a.s., Nama itu diberikan kepada. Nabi Ya'qub a.s. oleh Allah Ta’ala selang beberapa waktu kemudian dalam masa hidupnya (Kejadian 32 : 28). Kata Ibrani aslinya berbentuk kata majemuk, terdiri atas yasara dan ail dan berarti: (a) pangeran Tuhan, pahlawan Tuhan, atau prajurit Tuhan (Concordance by Cruden dan Hebrew-English Lexicon by W. Gesennius).
Kata Israil dipakai untuk membawakan tiga arti yang berbeda (1) Nabi Ya'qub a.s. sendiri (Kejadian 32 : 28); (2) keturunan Nabi Ya'qub a.s. (Ulangan 6 : 3, 4); (3) tiap-tiap orang atau kaum yang bertakwa (Hebrew-English Lexicon).

Perjanjian Allah Ta’ala dengan Bani Israil

Sesudah Nabi Ibrahim a.s., janji itu telah diperbaharui kaum Bani Israil. Janji kedua ini disebut di berbagai tempat dalam Bible (Keluaran bab 20; Ulangan bab-bab 5, 18, 26). Ketika janji itu sedang dibuat dan keagungan Tuhan sedang menjelma (tajalli) di Gunung Sinai, orang-orang Bani Israil begitu ketakutan melihat “peter (petir) dan kilat dan bunyi nafiri dan bukit yang berasap" (Keluaran 20:18) yang menyertai penjelmaan itu sehingga mereka berseru kepada Nabi Musa a.s. katanya:
"Hendaklah engkau sahaja berkata-kata dengan kami maka kami akan dengar, tetapi jangan Allah berfirman kepada kami, asal jangan kami mati kelak!" (Keluaran 20:19).
Kata-kata yang sangat melanggar kesopanan itu menentukan nasib mereka, sebab atas kata-kata itu Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Musa a.s., bahwa kelak tiada Nabi Pembawa Syariat seperti beliau sendiri akan muncul di antara mereka. Nabi demikian akan datang kelak dari antara saudara-saudara Bani Israil ialah Bani Ismail, sebagaimana yang dikatakan sendiri oleh Nabi Musa a.s.:
Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara sau­dara-saudaramu, sama seperti aku, akan di­bangkitkan bagimu oleh Tuhan Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan. Tepat seperti yang kamu minta dahulu kepada Tuhan Allahmu di gunung Ho­reb, pada hari perkumpulan, dengan ber­kata: “Tidak mau aku mendengar lagi suara Tuhan Allahku, dan api yang besar ini ti­dak mau aku melihatnya lagi, supaya jangan aku mati.” Lalu berkatalah Tuhan ke­padaku: “Apa yang dikatakan mereka itu baik, seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini, Aku akan menaruh fir­manKu dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firmanKu yang akan diucapkan nabi itu demi namaKu, dari padanya akan Kutuntut pertanggung­jawaban. Tetapi seorang nabi, yang ter­lalu berani untuk mengucapkan demi nama­Ku perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang kata demi nama allah lain, nabi itu harus mati. (Ulangan 18:11-20).
Mengisyaratkan kepada peristiwa perjanjian itu pulalah firman Allah Ta’ala berikut ini dalam Al-Quran:
Dan Musa memilih dari antara kaumnya tujuh puluh orang laki-laki untuk waktu yang Kami tetapkan. Maka tatkala gempa bumi mengguncang mereka, berkata Musa, "Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jika Engkau menghendaki, Engkau dapat membinasakan mereka dan diriku sebelumnya. Apakah Engkau akan membinasakan kami disebabkan oleh apa yang diperbuat oleh orang-orang bodoh di antara kami? Ini tiada lain melainkan suatu cobaan dari Engkau. Engkau sesatkan dengan ini siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkau­lah Pelindung kami, maka ampunilah kami dan kasihanilah kami dan Engkau-lah Yang sebaik-­baik di antara para pengampun. Dan tuliskanlah bagi kami kebaikan di dunia ini dan di akhirat. Sesungguhnya kami telah mendapat petunjuk untuk [kembali] kepada Engkau." Dia berfirman, “Aku akan timpakan azab-Ku kepada siapa yang Aku kehendaki, dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka Aku akan menuliskannya bagi orang-orang yang bertakwa dan mereka yang membayar zakat dan orang-orang yang beriman kepada Tanda-tanda Kami, [yaitu] orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi Ummi, yang mereka dapati tercantum di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka. Ia menyuruh mereka kepada yang ma'ruf dan melarang mereka dari yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan menyingkirkan dari mereka beban mereka dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang telah beriman kepadanya, mendukungnya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang telah diturunkan bersama, mereka itulah orang-orang yang sukses." (Al-A’raaf [7]:156-158).

Jadi, dalam Al-Baqarah ayat 41 sebelum ini, Allah Ta’ala memperingatkan kaum Bani Israil bahwa, Allah Ta’ala telah membuat perjanjian dengan Nabi Ishaq a.s. dan anak cucunya, yang isinya ialah jika mereka berpegang dan menyempurnakan janjinya dengan Allah Ta’ala serta patuh kepada segala perintah-Nya, maka Allah Ta’ala akan terus menganugerahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada mereka, tetapi bila mereka tidak menyempurnakan janji mereka, mereka akan luput dari nikmat-nikmat-Nya.

Pemindahan Nikmat Kenabian &
Batas Waktu Setiap Umat

Setelah Bani Israil nyata-nyata lalai dalam menepati janji, Allah Ta’ala membangkitkan Nabi yang dijanjikan itu dari antara kaum Bani Ismail, sesuai dengan janji Allah Ta’ala sebelumnya, demikian pula perjanjian dengan Allah Ta’ala itu dipindahkan kepada para pengikut Nabi baru itu, yakni Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
Katakanlah, “Wahai Allah, Pemilik kerajaan, Engkau mem­berikan kerajaan kepada siapa vang Engkau kehendaki, dan Engkau mencabut kerajaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Dan Engkau memuliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau merendah­kan siapa yang Engkau kehendaki. Di Tangan Engkau-lah segala kebaikan. Sesunggguhnya Engkau Maha Kuasa atas Segala sesuatu (Ali ‘Imran [3]:27).
Pemindahan nikmat kenabian tersebut merupakan Sunnatullah yang telah ditetapkan-Nya bagi setiap umat. Apabila suatu umat tidak mensyukuri lagi nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka (Qs.8:15; Qs.13:12; Qs.14:8), maka Allah Ta’ala membangkitkan umat (kaum) lain untuk menggantikan kedudukan mulia umat yang telah durhaka kepada Allah Ta’ala dan kepada Rasul Allah tersebut.
Sunnatullah tersebut berlaku pula bagi umat Islam Bani Ismail (Qs.5:55; Qs.62:3-5), sebab Allah Ta’ala telah menetapkan ajal (batas waktu) bagi setiap umat, firman-Nya:
Dan bagi tiap-tiap umat ada batas waktu, maka, apabila telah datang batas waktunya, tidak dapat mereka mengundurkan barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukan Wahai Bani Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul dari antaramu yang memperdengarkan Ayat-ayat-Ku kepadamu, maka barangsiapa bertakwa dan mem­perbaiki diri, maka tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati. Tetapi orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling darinya, mereka itu penghuni Api; mereka akan kekal di dalamnya (Al-A’raaf [7]:35-37).
Sudah menjadi Sunnatullah pula, bahwa setiap kali Allah Ta’ala membangkitkan (mengutus) Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan, maka para pemuka umat sebelumnya -- yang kedudukan mulianya digantikan -- dan juga para pemuka kaum yang dari kalangannya Rasul Allah tersebut dibangkitkan, mereka akan bekerjasama melakukan pendustaan dan penentangan dengan penuh kedengkian kepada Rasul Allah tersebut.

Kisah Monumental “Dua Putera Adam”

Sunnatullah itulah yang kemudian diabadikan dalam Bible maupun dalam Al-Quran dalam berupa Kisah Monumental “Dua Putera Adam, sebagaimana dikemukakan di awal bab ini, firman-Nya:
Dan ceriterakanlah kepada mereka kisah dua anak Adam dengan haq (benar), ketika keduanya mempersembahkan kurban maka salah seorang dari kedua mereka itu dikabulkan dan dari yang lain tidak dikabulkan, lalu ia berkata, "Pasti akan kubunuh engkau." Berkata yang lain, “Sesungguhnva Allah hanya mengabulkan dari orang-orang yang bertakwa. Jika engkau menjangkau­kan tangan engkau terhadapku untuk membunuhku, aku tidak akan menjangkaukan tanganku terhadap engkau untuk membunuh engkau. Sesungguhnya aku takut kepada Allah Rabb (Tuhan) seluruh alam. Sesungguhnya aku menginginkan supaya engkau me­nanggung dosaku dan dosa engkau sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni Api, dan demi­kianlah balasan bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah [5]:28-30).
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa sebutan "kedua anak Adam" dalam firman Allah Ta’ala di atas, secara kiasan maksudnya ialah dua pribadi siapa saja dari antara segenap keturunan umat manusia. Perumpamaan itu pun menggambarkan kedengkian Bani Israil terhadap Bani Ismail, karena silsilah kenabian telah dipindahkan Allah Ta’ala dari mereka kepada kaum Bani Ismail dalam pribadi Nabi Besar Muhammad saw..
Kalimat Uriidu (aku menginginkan) dalam ayat: “Sesungguhnya aku menginginkan supaya engkau me­nanggung dosaku dan dosa engkau sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni Api, dan demi­kianlah balasan bagi orang-orang yang zalim” (ayat 30),
diserap dari kata raada yang kadang­-kadang tidak menyatakan keinginan yang sebenarnya melainkan hanya menerangkan suatu keadaan atau kondisi praktis yang agaknya menjurus kepada suatu situasi tertentu (Qs.18:78).
Ayat ini tidak berarti bahwa Habel menghendaki Kain, kakaknya, dicampakkan ke dalam neraka. Apa yang dimaksud olehnya hanya akibat wajar tapi pasti dari sikapnva sendiri yang tidak-agresip (pengalah) itu ialah saudaranya yang dengki akan masuk neraka.
Itsmi (dosaku) artinya "dosa yang dibuat engkau terhadapku." Di sini calon korban itu hanya menggambarkan akibat dari perbuatan yang akan dilakukan oleh saudaranya. Ungkapan ini dapat juga dijelaskan dengan jalan lain sebagai berikut: Menurut riwayat. Nabi Besar Muhammad saw. bersabda, bahwa pada Hari Peradilan perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan orang-orang zalim akan dipindahkan kepada orang-orang yang dizalimi oleh mereka, dan sekiranya orang-orang yang berbuat zalim sama sekali tidak pernah berbuat baik maka dosa orang-orang yang dizalimi akan diperhitungkan kepada orang-­orang zalim, sehingga dengan demikian orang-orang fasik itu bukan saja menanggung dosa mereka sendiri, tetapi pula dosa-dosa orang yang dizalimi (Muslim, bab al-Birr-al- Shila).  
(Bersambung) 
Rujukan: The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid


Tidak ada komentar:

Posting Komentar